Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pujian Untuk Kebijakan Jokowi Soal Hukuman Mati

Langkah tegas Presiden Joko Widodo dalam menolak pemberian grasi terhadap terpidana mati kasus narkoba diapresiasi

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pujian Untuk Kebijakan Jokowi Soal Hukuman Mati
Tribunnews.com/Taufik ISmail
Ratusan warga memadati pemakaman Rani Andriani terpidana mati kasus Narkoba yang baru saja dieksekusi, di RT 01/08, Desa Ciranjang, Kecamatan Ciranjang, Cianjur, Minggu (18/1/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah tegas Presiden Joko Widodo dalam menolak pemberian grasi terhadap terpidana mati kasus narkoba diapresiasi. Ketegasan Jokowi itu menunjukkan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak main-main dalam persoalan narkoba. Jokowi juga diharapkan dapat tegas dalam persoalan hukum lainnya.

"Penegakkan hukum memang masih ada plus minusnya meskipun secara menyeluruh bisa diapresiasi. Mudah-mudahan Presiden Jokowi dapat memenuhi targetnya," kata Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin menanggapi soal 100 hari kepemimpinan Jokowi di Kompleks Parlemen, Selasa (27/1/2015).

Ketegasan Jokowi dalam penegakkan hukum juga diapresiasi oleh Wakil Ketua Komisi I, Tantowi Yahya. Menurut dia, hampir seluruh masyarakat mendukung upaya kebijakan Jokowi dalam memerangi peredaran narkoba di Tanah Air itu.

"Itu hampir tidak ada dissenting opinion kecuali dari Komnas HAM. Yang lain mendukung dalam rangka pemberantasan narkoba dibutuhkan hukum yang seberatnya kepada para pengedar dan bandar, bukan para pengguna," kata Tantowi.

Tantowi berpandangan, pemerintah memang perlu menerapkan sanksi tegas untuk sejumlah kasus kejahatan luar biasa (extraordinary crime), seperti kasus narkoba. Pemberian sanksi tegas diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para bandar dan pengedar untuk tidak bermain-main dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Lebih jauh, ia menilai, ketegasan pemerintah dalam memberantas narkoba terlebih dengan menerapkan hukuman mati tentu akan menimbulkan pro dan kontra. Namun, pemerintah tidak perlu khawatir menerapkan hukuman itu selama masyarakat masih mendukungnya.

"Masalah nanti ada gesekan diplomatis dengan diplomasi negara sahabat, itu menjadi tugas pemerintah khususnya Kemenlu. Bagaimana pemerintah lewat kemahirannya memberi pengertian kepada negara sahabat bahwa hukuman mati tidak dilarang (di Indonesia). Bahkan, hukuman itu termasuk hukuman positif khususnya untuk kejahatan yang sifatnya extraordinary," ujarnya.

BERITA REKOMENDASI

Sebelumnya, Jokowi berencana menolak 64 permohonan grasi terpidana mati kasus narkoba. Dari jumlah tersebut, beberapa permohonan diantaranya telah sampai di meja kerja Jokowi. Sementara sisanya masih berputar di lingkungan Istana.

Jokowi beralasan, penolakan ini untuk memberikan shock therapy kepada para pelaku kejahatan narkoba. Ia mengatakan, bahwa terpidana mati narkoba yang ditolak permohonan grasinya sebagian besar adalah bandar yang atas perbuatannya dan kelompoknya dianggap merusak generasi penerus bangsa.

Kejaksaan Agung pada awal tahun 2015 ini mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba. Dari enam terpidana yang dieksekusi, lima diantaranya merupakan warga negara asing yaitu Namaona Denis, Marco Archer Cardoso Moreira, Daniel Enemuo, Tran Thi Bich Hanh dan Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya. Sedangkan WNI yang dieksekusi adalah Rani Andriani alias Melisa Aprilia.

Para terpidana itu dieksekusi di dua tempat berbeda yaitu di Lapas Nusakambangan, Cilacap dan di Boyolali, Jawa Tengah pada 18 Januari 2015. Kabar terbaru, Presiden Jokowi juga telah menolak permohonan grasi dua terpidana mati kasus 'Bali Nine', Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Kejagung pun telah menerima salinan putusan penolakan grasi itu dan dalam waktu dekat akan segera mengeksekusi kedua warga Australia tersebut. (Dani Prabowo)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas