Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Madun Berharap Komisi III Percaya Ceritanya

Ketua LSM Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia, Madun, berharap bisa berbicara di depan Komisi III DPR.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Madun Berharap Komisi III Percaya Ceritanya
Tribunnews.com/Tribunnews.com/Abdul Qodir
Husmidun alias Madun di ruang tunggu terdakwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/2/2015). Ia merupakan terdakwa kasus penipuan yang mengaku sebagai petugas KPK. Tribunnews.com/Abdul Qodir 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua LSM Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia (GPHN-RI) Husmidun Hariadi alias Madun, berharap bisa berbicara di depan Komisi III DPR.

Terdakwa kasus penipuan bermodus aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan itu mengaku memiliki sejumlah kisah kebobrokan Ketua KPK Abraham Samad.

Berkemeja dan berkopiah putih, Madun berjalan santai ke ruang tunggu terdakwa di PN Jakarta Selatan, Rabu (4/2) siang. Madun yang dikawal seorang jaksa, segera menyunggingnya senyuman saat beberapa wartawan mendekat untuk mewawancarainya.

Madun sesumbar, kasus yang menimpanya adalah rekayasa dan dirinya adalah korban kriminalisasi KPK. Ia merasa menjadi target kriminalisasi karena punya informasi tentang kasus-kasus yang mangkrak di KPK.

"Saya dijebak oknum penyidik di KPK. Ada indikasi pimpinan KPK tahu ini," ujar Madun.

Ia mengaku dekat dengan beberapa penyidik KPK lantaran sejak 2007 sering melaporkan kasus korupsi ke penyidik KPK. Selain itu, ia dengan sejumlah penyidik KPK memiliki kesamaan yakni menjalankan ritual tertentu.

Namun, dari sekian kasus yang ia laporkan, lebih banyak kasus yang tidak ditindaklanjuti alias mangkrak, termasuk kasus-kasus besar. Madun menduga hal itu terjadi karena internal KPK, termasuk pimpinan KPK punya kepentingan terselubung.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, setiap kali menagih perkembangan penyelidikan kasus yang dilaporkannya, Madun selalu mendapat jawaban "menunggu keputusan pimpinan KPK". "Jelas ada upaya penyelewengan.

Pada beberapa kasus, ada yang bilang kasusnya sudah terpenuhi (unsur pidana korupsi-Red) dan ada kerugian negaranya, tinggal tergantung pimpinan (KPK). Jadi, di situ terjadi pilih-pilih," ujarnya.

"Menurut saya KPK bekerja melayani orang-orang yang punya kepentingan. Kalau masyarakat mau dibuktikan, silakan lapor kasus. Sampai langit runtuh, nggak bakal ditindaklanjuti," imbuhnya.

Tanpa menunjukkan bukti, Madun mengatakan ada koruptor kakap yang dekat dengan dua pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Koruptor kakap yang ia maksud adalah penyelenggara negara di DPR dan kuasa pengguna anggaran di lembaga eksekutif.

Madun tak mau menjelaskan lebih jauh tentang koruptor yang dekat dengan Samad dan BW. Ia khawatir para pelaku menghilangkan barang bukti.

"Yang jelas penyelenggara negara. Beliau ahli menurunkan anggaran, ahli mem-floating proyek, ahli mengkondisikan rekanan-rekanan proyek. Jadi, lelang itu seperti arisan," ujarnya.

Madun mengaku sudah menyerahkan bukti penyelewengan Samad dan BW ke pengacaranya. Bukti berupa dokumen dan foto kemudian dibawa ke Komisi III DPR. Madun berharap mendapat kesempatan berbicara di depan Komisi III DPR.

Ia berharap Komisi III akan menindaklanjuti temuannya. "Saya tidak sebut AS dan BW ikut 'bermain'. Yang jelas, koruptor kelas wahid itu ada kedekatan dengan keduanya. Kasusnya belum diusut dan saya sudah pernah laporkan tapi tidak ditindaklanjuti," katanya.

Madun mengaku menyampaikan pernyataannya ke publik tanpa ada paksaan atau pun permintaan dari pejabat Polri ataupun pihak yang sakit hati dengan terhadap KPK. Ia mengaku melakukannya karena muak terhadap orang-orang tidak jelas yang mendukung KPK tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya.

"Saya hanya mau mendukung apa yang disampaikan Menko Polhukam, Tedjo Edy, bahwa yang mendukung KPK itu tidak jelas. Jelas-jelas, orang tidak jelas. Mereka hanya menonton berita tapi tidak pernah bekerja sama dengan KPK. Mereka tidak tahu laporan-laporan yang tidak ada tindak lanjutnya itu," tuturnya.

Di ruang terpisah, Kuswandi, mengatakan bahwa Madun adalah seorang penipu dan mengaku-aku sebagai petugas KPK. Kuswandi menegaskan tidak ada kriminalisasi dari KPK terhadap Madun maupun dirinya.

"Ini bukan kriminilisasi, ini murni kriminal. Saya juga korban dia," beber Kuswandi di PN Jakarta Selatan, Rabu.

Kuswandi mengatakan, ia kenal Madun di Bandung sekitar Oktober 2014. Saat itu, Kuswandi hendak ikut proyek iklan layanan masyarakat terkait Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (PDT).

Madun juga menunjukkan kartu identitas KPK dan membawa senjata api. "Waktu itu dia mengaku bernama Gus Kentang dari Tim Kejar KPK," ungkap Kuswandi.

Pada saat itu, KPK tengah menangani kasus dugaan korupsi di Kementerian PDT. Kuswandi pun bercerita bahwa kasus tersebut menjerat kerabatnya, Suprayoga Hadi, yang menjabat sebagai Deputi I Kementerian PDT.

Menurut Kuswandi, saat itu Madun mengaku bisa membuat Suprayoga tidak diperiksa asalkan ada uang pelicin 20 ribu dolar AS. Syarat itu disampaikan ke Suprayoga dan dia setuju. Maka, Kuswandi dan Madun menjadi partner in crime.

"Saya disuruh Madun mengambil uang itu dan saya kasih ke dia. Saat itu yang saya terima 10 ribu dolar AS," katanya.

Sekitar dua pekan setelah perkenalan Kuswandi dan Madun di Bandung, kedua ditangkap polisi atas dugaan penipuan bermodus mengaku-aku sebagai petugas KPK.
Kuswandi menegaskan, kasus yang menimpanya dan Madun adalah kriminal murni dan bukan kriminalisasi pihak KPK sebagaimana disampaikan oleh Madun.

"Memang dia itu penipu! Saya aja jadi korban penipuannya," ujar Kuswandi seraya menunjuk Madun yang dikurung di sebelahnya.

Pada Rabu siang, Madun dan Kuswandi kembali menjalani sidang di PN Jakarta Selatan. Keduanya menjadi terdakwa kasus penipuan terhadap Suprayoga Hadi.

Agenda sidang itu adalah pembacaan tuntutan. Jaksa menuntut Kuswandi dihukum satu tahun penjara sedangkan Madun dituntut hukuman dua tahun penjara. "Madun berbelit belit dan tidak mengakui perbuatannya," ujar jaksa Donald.

Sedangkan tuntutan terhadap Kuswandi lebih ringan lantaran dia mengakui dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Tags:
LSM
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas