Moeldoko Geram Dengar Hilangnya Aiptu Labora 'Dibekingi' TNI
Intinya itu pelanggaran. Tidak boleh tentara beking seseorang dalam proses peradilan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengaku geram mendengar terpidana kasus rekening gendut polisi Aiptu Labora Sitorus yang bebas saat akan dieksekusi Kejaksaan Tingggi Papua. Pasalnya, ada informasi Labora sulit ditemukan lantaran di-beking oknum TNI.
"Intinya itu pelanggaran. Tidak boleh tentara beking seseorang dalam proses peradilan," kata Moeldoko di Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Jumat (6/2/2015).
Lebih lanjut Moeldoko mengatakan, prajurit TNI tidak boleh mem-bekingi siapa pun, terlebih dalam kondisi tersangkut kasus hukum. Bagi yang coba-coba melakukan itu, sanksi tegas tentu akan menanti.
"Pasti ada risikonya karena TNI dilarang untuk menjadi beking dalam urusan pidana atau pun perdata nanti repot urusannya," kata Moeldoko.
Lebih lanjut Jenderal Moeldoko mengatakan, prajurit TNI hanya boleh mem-beking satu pihak. Prajurit hanya boleh mem-beking Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Kita haya satu beking, beking negara. Itu masalah dan harus ditindak," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung pada 17 September 2014 menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan kepada Labora. Vonis ini sesuai dengan permohonan kasasi jaksa, sekaligus menolak permohonan Labora Sitorus, polisi pemilik rekening gendut senilai Rp 1,5 triliun.
Pada sidang di Pengadilan Negeri Sorong, majelis hakim meloloskan Labora dari dakwaan kasus pencucian uang. Labora hanya dinyatakan melanggar Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Kehutanan karena menimbun bahan bakar minyak serta melakukan pembalakan liar.
Di tingkat pertama, Labora divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan. Upaya banding jaksa ke Pengadilan Tinggi Papua membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Papua memperberat hukuman Labora menjadi 8 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua Barat Agus Soekono mengatakan, Lapas Sorong di bawah kepemimpinan Samaluddin Bogra telah menerbitkan surat keputusan pembebasan Labora.
Namun, Agus menduga, surat bebas hukum bagi Labora tidak valid karena terdapat sejumlah kejanggalan, yakni tidak ada nomor surat, tembusan, dan hanya ditandatangani seorang pelaksana harian kepala lapas.