Mahasiswa Gelar Doa di PN Jaksel Berharap Hakim Kabulkan Praperadilan BG
Gerakan Mahasiswa Pemuda untuk Reformasi (Gempur) KPK melakukan aksi doa bersama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gerakan Mahasiswa Pemuda untuk Reformasi (Gempur) KPK melakukan aksi doa bersama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai bentuk dukungan agar majelis hakim agar menerima praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan, Jumat (13/2/2015).
Dalam kesempatan itu, koordinator lapangan Andi Kurnia, meminta demi keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri hakim wajib mengabulkan pra-peradilan yang diajukan Komjen pol Budi gunawan sesuaI dengan ketentuan pasal 77 KUHAP.
"Kami meminta kepada hakim (dalam conditio sine Quanon) untuk menggunakan Hati nuraninnya dalam rangka mengembalikan situasi hukum yang gaduh ini dengan memutuskan agar menerima, gugatan pra-peradilan yang diajukan oleh Komjen Pol Budi Gunawan," kata Andi.
Pada hari Kamis (12/2) kemarin, mereka juga memberikan kura-kura sebagai simbol lambannya hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
Selain itu pihaknya juga mendesak untuk merehabilitasi nama baik Komjend pol Budi Gunawan melalui putusannya sehingga haknya sebagai Kapolri terpilih yang telah terbit sejak penetapan DPR dan pelantikan dapat dilakukan.
"Kami juga meminta hakim jika terdapat kondisi lain dalam fakta persidangan guna menggali hukum agar menjadi yurisprudensi bagi kondisi politik hukum indonesia nantinya," katanya.
Lebih lanjut massa juga meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan proses konstitusional terkait penetapan Komjen Pol Budi Gunawan, dengan segera melantiknya sebagai Kapolri.
Dikatakan Andi, langkah KPK dengan menetapkan Budi Gunawan menjadi tersangka, sehari setelah di ajukan oleh presiden sebagai calon tunggal kapolri serta sehari sebelum ditetapkan oleh DPR-RI sebagai kapolri syarat politis.
"Dengan kejadian tersebut terlihat jelas bahwa KPK melalui komisionernya yang tidak kompeten dan paham sistem koordinasi sesama lembaga negara, juga terkesan ingin adu kuat dengan lembaga negara lainnya padahal otoritarianisme individu maupun lembaga negara," kata Andi.