Badrodin dan Anang Pesaing Kuat Dwi Priyatno
Nama Komisaris Jenderal Dwi Priyatno disebut-sebut sebagai calon kuat Kapolri jika Presiden Jokowi batal melantik Komjen Budi Gunawan
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta - Nama Komisaris Jenderal Dwi Priyatno disebut-sebut sebagai calon kuat Kapolri jika Presiden Jokowi batal melantik Komjen Budi Gunawan lantaran statusnya telah tersangka.
Pesaing kuat Dwi yakni Wakapolri Badrodin Haiti dan Kepala BNN Anang Iskandar.
Nama-nama itu kini telah diserahkan ke Presiden Jokowi. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah menyerahkan enam nama calon Kapolri dari polisi bintang tiga ke Sekretaris Negara (Sesneg), Pratikno dalam dua gelombang, yakni pada 10 dan 12 Februari 2014.
Nama Dwi Priyatno yang kini menduduki posisi Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri itu pun masuk di dalam daftar calon kapolri yang direkomendasikan pihak Kompolnas. Nama Dwi Priyatno bersama Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti, Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayu Seno, Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso, masuk dalam daftar calon kapolri yang diserahkan pihak Kompolnas pada gelombang pertama.
Adapun dua nama lagi, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Anang Iskandar dan Sekretaris Utama Lemhannas Komjen Suhardi Alius diserahkan pada gelombang kedua.
"Sejauh ini belum ada keputusan dari Presiden tentang nama-nama calon kapolri yang kami serahkan itu. Waktu hari itu kami datang ke sana belum bisa bertemu Presiden. Kami titipkan ke Sesneg. Responnya sampai hari ini belum ada. Kami sempat tanya ke Sesneg, apakah ada arahan dari Presiden untuk kami, katanya belum ada," ujar komisioner Kompolnas, Hamidah Abdurrahman saat kepada Tribun, Sabtu (14/2).
Hamidah mengungkapkan, sebenarnya ada tiga nama calon kapolri lainnya yang disodorkan oleh Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno selaku Ketua Kompolnas ke pihak Presiden Jokowi. Ketiga nama itu adalah Kepala Baintelkam Polri Komjen Djoko Mukti Haryono, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Saud Usman Nasution dan Seskretaris Utama Lemhanas Komjen Boy Salamudin.
"Pada saat itu, yang kami serahkan enam nama polisi bintang tiga atau Komjen, tapi minus angkatan (Akademi Kepolisian) 1981 dengan pertimbangan karena mereka menjelang pensiun," kata Hamidah.
"Tapi, saya lihat Menko Polhukam selaku Ketua Kompolnas itu tetap mencantumkan Komjen yang angkatan 81. Jadi, total ada sembilan calon. Jadi, kami punya enam nama yang sudah melalui proses (penelusuran rekam jejak dan wawancara), tapi ketua menyerahkan juga daftar yang sembilan nama. Itu daftar namanya yang diserahkan terpisah," imbuhnya.
Rencananya, para komisioner Kompolnas bertemu dengan Tedjo Edhy Purdijatno untuk membahas tentang tiga calon kapolri angkatan 81 yang belum dilakukan penelusuran rekam jejak dan wawancara tersebut.
"Belum ada arahan dari Ketua. Tapi, kami siap melaksanakan proses tersebut jika memang ada arahan itu," jelasnya.
Hamidah mengatakan, kesembilan calon kapolri mempunyai keunggulan dan kelemahan, tak terkecuali Dwi Priyatno. Pesaing Dwi Menurutnya, dari sisi keunggulan, Dwi Priyatno yang lulusan Akpol 1982 mendapat pesaing yakni Badrodin Haiti yang sesama angkatan 1982 dan Anang Iskandar yang angkatan 1983.
Dan Kompolnas memberikan catatan prioritas untuk ketiga nama itu karena kesenioritasannya di dalam dokumen daftar nama calon kapolri yang diserahkan ke pihak Presiden Jokowi.
"Ketiganya rata-rata sudah senior dan sudah pernah pegang jabatan strategis Polri," ujarnya.
Menurutnya, Dwi Priyatno yang kini menjabat sebagai Irwasum Polri pernah menduduki jabatan Kapolda Jawa Tengah, Kapolda Metro Jaya yang masuk kategori Tipe A. Badrodin Haiti yang kini menjadi Pelaksana tugas Kapolri pernah menjadi Kapolda Banten, Kapolda Sulawesi Tengah, Kapolda Sumatera Utara, Kapolda Jawa Timur, Staf Ahli Kapolri, Asisten Operasional Kapolri, Kepala Baharkam dan Wakil Kepala Polri.
Sementara Anang Iskandar yang kini menadi Kepala BNN pernah menduduki jabatan Kapolda Jambi, Kadiv Humas Polri dan Gubernur Akpol. Menurut Hamidah, ketiganya mempunyai keunggulan mumpuni. "Jadi, mereka sama-sama kuat.
Secara leadership, jabatan-jabatan yang mereka dapat itu sudah melalui tes yang cukup ketat. Jadi, ketiganya sangat mumpuni," kata Hamidah. Menurut Hamidah, peluang calon kapolri dari angkatan 84 dan di atasnya terbilang kecil.
"Kalau calon yang angkatan 84 seperti Putut dan Budi Waseso. Budi Waseso belum pernah menjadi Kapolda di wilayah yang tipe A, dia baru dapat bintang tiga ketika dimasukkan ke Mabes Polri belum lama ini. Putut memang sudah pernah di Tipe A di Metro Jaya dan sekarang Kabaharkam, cuma masa pensiunnya masih lama. Nanti, kalau tiba-tiba Presiden menggantinya, memberhentikannya bagaimana sisa masa jabatannya," paparnya.
Keunggulan Dwi, Hamidah mengakui, di satu sisi Dwi Priyatno mempunyai keunggulan tersendiri dalam hal koordinasi pengamanan wilayah. Hal itu ditunjukkan saat ia menjadi Kapolda Metro Jaya dan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Tapi, semua itu nantinya tergantung Presiden, apakah pengalaman itu juga jadi pertimbangan Presiden atau tidak," kata Hamidah. Selain keunggulan itu, Dwi Priyatno dianggap mampu merangkul dan menjaga soliditas kelompok atau faksi di tubuh korps Bhayangkara tersebut hingga menjaga hubungan baik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu ditunjukan dengan beberapa kali pertemuan Dwi Priyatno dengan pimpinan KPK, termasuk pertemuannya dengan Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja di kantor KPK, Jakarta pada Jumat (13/2) malam.
"Yah, memang beliau itu senior bisa melakukan itu. Tapi, dua polisi senior yang tadi saya sebutkan tadi juga bisa melakukan itu, bisa membuat situasi sekarang ini makin kondusif, makin solid," ujarnya. (tribunnews/coz)