Selamatkan Burung Liar Indonesia Melalui Penelitian dan Tulisan Ilmiah
Bas van Balen seorang ornitolog Indonesia asal Belanda menilai tampaknya telah berhembus angin baru di dunia ornitologi Indonesia.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konferensi Nasional Peneliti dan Pemerhati Burung di Fakultas Kehutanan IPB menghasilkan sejumlah keputusan. Diantaranya, menekankan pentingnya pengamatan dan penelitian terhadap burung untuk menambah jumlah atau daftar penemuan spesies baru yang akan berimbas pada peningkatan upaya penyelamatan burung di Indonesia.
Ornitologi atau pengetahuan mengenai burung di Indonesia telah didokumentasikan oleh peneliti asing sebelum tahun 1700-an. Lebih dari 4300 taksa baru burung Indonesia yang ditemukan antara tahun 1758 – 2004 dipertelakan oleh lebih kurang 120 ornitolog mancanegara.
“Lebih dari 99% taksa baru burung yang terdapat di Indonesia diteliti bukan oleh bangsa Indonesia. Karena itu tidak mengherankan jika koleksi specimen burung dirawat dengan baik dalam koleksi terkemuka di Eropa dan Amerika Serikat,” papar Pakar Ornitologi Indonesia S. Somadikarta dalam keterangan tertulis, Selasa (17/2/2015).
Berdasarkan hasil studi literatur Burung Indonesia terhitung Januari—Oktober 2014, Indonesia saat ini memiliki 1.666 jenis burung atau bertambah 61 jenis dibanding tahun sebelumnya, tiga di antaranya merupakan jenis baru dan sembilan jenis merupakan catatan baru untuk Indonesia. Jumlah jenis ini belum termasuk jenis-jenis burung pengicau (Passerine) yang saat ini masih dalam proses analisa.
Menurut Direktur Eksekutif Burung Indonesia Agus Budi Utomo, selain pemisahan jenis, temuan jenis dan catatan baru tersebut turut berkontribusi menambah kekayaan jenis burung di nusantara. “Dengan penambahan jenis baru ini, Indonesia berada di posisi keempat dunia dalam hal kekayaan total jenis burung.
Sementara, dalam hal endemisitas, Indonesia tetap paling unggul dengan jenis burung endemis terbanyak di dunia yaitu 426 jenis atau bertambah 46 jenis dari tahun lalu,"imbuh Agus.
Hal senada juga disampaikan Guru Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor (IPB), Ani Mardiastuti. Menurutnya, keragaman jenis burung di Indonesia ini memang sudah sepatutnya digali karena potensi tersebut memang ada. Terlebih di wilayah Wallacea yang hingga kini masih terus dilakukan penelitian.
“Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan dan mendukung para peneliti dan pemerhati burung dalam kegiatan penelitian dan penulisan ilmiah di Indonesia, diadakanlah konferensi nasional ini”, jelas Ani Mardiastuti.
“Konferensi ini ditujukan sebagai ajang tukar menukar informasi (terkini) tentang perburungan di Indonesia, meningkatkan jejaring di antara para peneliti dan pemerhati burung dari berbagai kalangan dan upaya meningkatkan peran penelitian dalam mendukung konservasi burung di Indonesia serta pengembangan ilmu pengetahuan tentang burung di Indonesia,” tambah Ani.
Para pakar ornitologi ini berharap besar pada generasi mendatang untuk melahirkan ornitolog-ornitolog Indonesia agar pengetahuan tentang burung diteruskan dan dikembangkan oleh bangsa sendiri.
Menjawab hal tersebut, Bas van Balen seorang ornitolog Indonesia asal Belanda menilai tampaknya telah berhembus angin baru di dunia ornitologi Indonesia.
“Dari tahun 1999 hingga 2014 publikasi mengenai burung dengan penulis Indonesia mulai meningkat. Terdapat 633 publikasi yang berhasil ditulis dengan tema avifaunistics, ekologi, taksonomi, migrasi,sejarah, identifikasi dan etiologi, " pungkas Van Balen.
Dari kegiatan pengamatan dan penelitian burung di tempat-tempat yang kurang dikenal oleh peneliti maupun pemerhati burung liar dapat memberikan sumbangan besar pada penemuan jenis burung baru maupun catatan baru di Indonesia.
Contohnya, penemuan kembali dara-laut Cina (Thalasseus bernsteini) di Indonesia setelah lebih dari 100 tahun tidak terlihat merupakan hasil temuan para pengamat burung. Dara-laut cina merupakan jenis burung migran dari Tiongkok dan Jepang dengan status Kritis.
Begitu juga dengan serak seram (Tyto almae), salah satu jenis burung baru yang ditemukan pada 2013. Jenis ini ditemukan para peneliti di tempat yang jarang ditelaah yaitu di kawasan Taman Nasional Manusela, Pulau Seram, Maluku.
Mengenai jumlah jenis burung di Indonesia yang terus bertambah, Prof. (Emeritus) S. Somadikarta, memberikan masukan agar kedepannya dibentuk sebuah komite di Indonesia yang khusus menangani pendataan jenis burung di Indonesia sebagai acuan. Para peneliti dan pemerhati burung yang hadir dalam konferensi pun sepakat menobatkan S. Somadikarta sebagai Bapak Ornitologi Indonesia.