Tidak ada Kebutuhan Mendesak Angkat Plt Pimpinan KPK
KPK yang hanya berisi dua orang pun masih mampu menjalankan fungsi dan tugas kewenangan lembaga antirasuah tersebut.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin mengkritisi keputusan presiden yang mengangkat pelaksana tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, KPK yang hanya berisi dua orang pun masih mampu menjalankan fungsi dan tugas kewenangan lembaga antirasuah tersebut.
"Sebenarnya tidak ada kebutuhan untuk mengangkat Plt, karena dua pimpinan yang ada masih bisa menjalankan fungsi-fungsi dan tugas kewenangan KPK. Seperti penyelidikan penyidikan dan penuntutan," kata Irmanputra Sidin dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/2/2015).
Irmanputra menuturkan, presiden dalam menunjuk Plt pimpinan KPK harus memiliki dasar hukum bukan hanya keputusan presiden saja. Apabila penunjukkan Plt pimpinan KPK tanpa payung hukum maka akan menimbulkan permasalahan baru.
"Kalau tidak memiliki dasar hukum yang kuat dengan keputusan presiden saja misalnya, maka keputusn KPK tentang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan akan dianggap ilegal oleh orang-orang yang dianggap berkepentingan itu. Karena Plt itu tidak memiliki basis konstitusional yang kuat. Makanya harus ada payung hukumnya dulu yang dikeluarkan presiden," ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengambil sikap untuk menyelamatkan Lembaga komisi pemberantasan Korupsi (KPK). Penyelamatan yang diambil Jokowi ini lantaran dua pimpinan KPK Yakni, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto (BW) yang bermasalah dengan hukum.
Keputusan Jokowi itu pun sesuai peraturan perundangan yang berlaku mengenai KPK. "Saya akan mengeluarkan Keputusan Presiden pemberhentian sementara dua pimpinan KPK dan selanjutnya akan dikeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk pengangkatan pimpinan sementara anggota KPK. Demi keberlangsungan kerja di lembaga KPK," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/2/2015).