Polisi Gerak Cepat di Kasus UPS, Tersangka Segera Ditetapkan
Polisi sudah memulai penyidikan setelah melakukan penyelidikan sejak 28 Januari 2015
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di 49 sekolah di Jakarta, memasuki babak baru. Polisi sudah memulai penyidikan setelah melakukan penyelidikan sejak 28 Januari 2015.
"Sudah kita naikkan jadi penyidikan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Martinus Sitompul ketika dihubungi Sabtu (7/3/2015).
Namun, ketika ditanya apakah sudah ada tersangka, Martinus menyebut baru sebatas meningkatkan status ke penyidikan saja.
Meningkatnya status ke penyidikan, berarti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan DKI Jakarta sudah memastikan ada kerugian negara dalam kasus pengadaan UPS.
Sebab, sebelumnya, Kasubdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Kriminal Khusus, Ajun Komisaris Besar Polisi Ajie Indra, mengatakan bahwa pihaknya akan lekas meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan begitu BPKP DKI Jakarta menentukan adanya kerugian negara.
"Saya akan langsung masuk penyidikan begitu BPKP tentukan ada kerugian negara," kata Ajie Rabu (4/3/2015) lalu. Ketika itu kasus tersebut masih di tingkat penyelidikan.
Selain itu, Ajie bahkan menyebut sudah memiliki gambaran tersangka. Sebab telah memegang semua dokumen.
Sampai saat ini polisi sudah memeriksa 15 saksi terkait kasus tersebut. 10 Saksi berasal dari sekolah. Lalu dua lainnya pejabat pembuat komitmen, yakni Mantan Kasi Sarpras Sudin Dikmen Jakarta Barat, Alex Usman dan Kasudin Dikmen Jakarta Pusat, Zaenal Soleman. Sedangkan tiga lainnya adalah Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP).
Sekadar diketahui, UPS adalah alat pencadangan listrik. Alat itu sudah dibagikan ke 49 SMA dan SMK di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat.
Ada enam pihak yang dinilai paling bertanggung jawab dalam kasus korupsi UPS. Antara lain Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Komisi Pendidikan dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, lalu Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI. Lalu Kementerian Dalam Negeri. Kemudian Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa DKI, dan pengusaha. (Theo Yonathan Simon Laturiuw)