Kabareskrim Tahu Anak Buahnya Somasi Komnas HAM Terkait Kasus BW
Nyatanya, penangkapan BW sudah sesuai dengan proses hukum dan SOP yang ada
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Mabes Polri mengakui bahwa Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso mengetahui adanya somasi yang dilayangkan ke Komnas HAM terkait penanganan kasus Wakil Ketua KPK Nonaktif Bambang Widjojanto (BW).
"Soal itu (Kabareskrim) pasti tahu, somasi itu murni antara penyidik Dittipideksus dengan Komnas HAM," kata Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto, Senin (9/3/2015) di Mabes Polri, Jakarta.
Rikwanto menuturkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) melayangkan somasi karena merasa Komnas HAM dan rekan-rekan telah membeberkan informasi bahwa penangkapan BW merupakan bentuk kriminalisasi. Nyatanya, penangkapan BW sudah sesuai dengan proses hukum dan SOP yang ada.
Lalu mengenai ancaman bahwa penyidik akan memidanakan Komnas HAM apabil dalam 1x24 jam tidak melayangkan maaf di hadapan publik, Rikwanto tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang serius.
"Itu kan mekanisme pengacara. Tunggu saja kelanjutannya, mereka (penyidik Dittipideksus) punya mekanisme sendiri apa yang dilakukan selanjutnya," tambah Rikwanto.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri melayangkan somasi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 8 Februari 2015.
Berdasarkan salinan surat yang ditujukan kepada Ketua Komnas HAM Hafid Abbas. Surat tersebut teregister dengan Nomor 2016/YA-FY/PND-HAM/Bareskrim/SMS/II/15.
Penyidik Dittipid Eksus melalui surat kuasa khusus 202/YA-FY/PND-HAM/Bareskrim/SK/PID/II/15, tanggal 5 Februari 2015 ke sejumlah kuasa hukum menanggapi pernyataan komisioner Komnas HAM dan rekan-rekannya ke media televisi, online dan cetak pada 4 Februari 2015.
Komnas HAM dan rekan-rekan menyimpulkan ada dugaan kriminalisasi KPK yang merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan Polri.
"Dengan ini kami menyampaikan Somasi (teguran hukum) keras," tulis bagian akhir pada paragraf terkait.
Di dalam surat tersebut dijelaskan, Ketua Komnas HAM didampingi Wakil Ketua Bidang Internal Ansori Sinungan, Wakil Ketua Bidang Eksternal Siane Indriani dan sejumlah anggota Komnas HAM pada Senin 26 Januari 2015 menerima pengaduan dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang dikoordinir oleh Haris Azhar.
Koalisi itu, menurut penyidik, melontarkan fitnah dengan menyatakan penangkapan Bambang Widjojanto merupakan perbuatan sewenang-wenang dan melanggar HAM yang dijamin Pasal 17 dan 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Proses penangkapan juga dianggap menyalahi prosedur sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Selain itu, koalisi menganggap penangkapan yang dilakukan secara tidak tepat itu telah melanggar hak anak. Sebab, anak Bambang turut menyaksikan penangkapan ayahnya yang dilakukan dengan cara pemborgolan. Hal itu dianggap menimbulkan dampak kejiwaan terhadap sang anak.
Penangkapan Bambang juga disebut tak didahului surat pemanggilan. Terakhir, pemborgolan Bambang dianggap terlalu berlebihan karena tidak dalam keadaan mendesak yang mengharuskan pemborgolan.
Sementara menurut penyidik, mereka telah dimandatkan sebagai penyidik perkara hukum Bambang berdasarkan Surat Perintah untuk Penyidik Nomor SPSIDIK/53/1/2015/Dittipideksus Tanggal 22 Januari 2015.
Penyidik menegaskan telah melaksanakan pemeriksaan, penelitian terhadap saksi dan bukti soal perkara Bambang. Penyidik juga telah melakukan gelar perkara sebanyak tiga kali berturut-turut yang dihadiri Dir Propam, Itwasum, Wasidik dan sejumlah pimpinan lain.
"Gelar perkara menyimpulkan kasus ini (BW) telah cukup unsur untuk menetapkan Bambang sebagai tersangka dan berdasarkan hasil analisa intelejen di lapangan, tim memutuskan melakukan serangkaian proses hukum termasuk disiapkan surat perintah penangkapan Nomor SP.Kap/07/I/2015/Dittipideksus tanggal 22 Januari 2015," tulis surat itu.
Penyidik membantah tidak menunjukkan surat penangkapan kepada Bambang. Penyidik telah bertindak sesuai Pasal 18 KUHAP, yakni memperlihatkan surat tugas sekaligus surat penangkapan yang mencantumkan nama dan alamat tersangka. Penyidik juga menjelaskan alasan penangkapan dan uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan.
Soal tuduhan bahwa penangkapan Bambang itu melanggar hak anak, penyidik mengaitkan dengan Pasal 15 Poin D Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa putri Bambang telah berumur 21 tahun.
Oleh sebab itu, yang bersangkutan tak dapat digolongkan sebagai anak-anak. Tuduhan tersebut pun dianggap mengada-ada.
Masih berdasarkan surat somasi, ada paragraf yang menyebutkan bahwa Komnas HAM telah melanggar tugas dan wewenangnya sesuai Pasal 76 Undang-Undang 39 Tahun 2009 tentang Komnas HAM.
Dengan demikian, komisioner Komnas HAM tidak diberi wewenang oleh undang-undang untuk menyampaikan apapun hasil penyelidikan yang keliru kepada masyarakat melalui media massa.
Tindakan Komnas HAM dianggap penyidik telah memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 310 KUHP juncto 311 KUHP tentang Penghinaan dan Pasal 27 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penyidik meminta Komnas HAM segera membatalkan dan menarik kembali pernyataan yang disampaikan ke media masa sekaligus meminta maaf secara terbuka di segala jenis media masa. Jika Komnas HAM tidak melaksanakannya, penyidik akan mengambil langkah hukum baik pidana atau perdata terhadap komisioner Komnas HAM.
Di bagian akhir surat somasi itu disebutkan bahwa surat itu ditembuskan ke sejumlah pihak, antara lain presiden Joko Widodo, wakil presiden Jusuf Kalla, Ketua DPR RI Setya Novanto, Jaksa Agung HM Prasetyo, Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti, Kabareskrim Komjen Budi Waseso dan the United Nations High Commissioner for Human Rights.