Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas Perempuan Minta Presiden Batalkan Eksekusi Mati

Komnas Perempuan menilai, hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Komnas Perempuan Minta Presiden Batalkan Eksekusi Mati
RUMGAPRES/AGUS SUPARTO
Presiden Joko Widodo (Jokowi) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas Perempuan menilai, hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia.

Komisi Nasional Perempuan meminta Presiden Joko Widodo segera membatalkan eksekusi mati gelombang kedua terhadap para terpidana mati kasus narkoba.

"Komnas Perempuan mendukung tidak ada hukuman mati. Kami berpikir beliau (Jokowi) mungkin tidak paham human rights (hak asasi). Beliau mungkin selama ini hanya mendengar masukan dari tokoh agama saja," kata Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amirrudin, di Jakarta, Jumat (20/3/2015).

Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Yuniyanti Chuzaifah, menambahkan, adalah hak Tuhan untuk menentukan hidup atau matinya seseorang.

Yuniyanti mengkhawatirkan, hukum Indonesia yang lemah tidak memungkinkan untuk penerapan hukuman mati karena rentan menimbulkan kesalahan.

"Kalau korban sudah dihukum mati dan ternyata tidak salah, siapa yang bisa mengembalikan nyawa?" ujar Yuniyanti.

Terlebih lagi, lanjut Yuniyanti, perempuan selama ini rentan menjadi korban dalam perdagangan narkoba. Biasanya, lanjut dia, perempuan yang dekat dengan bandar atau pengedar narkoba diminta untuk melakukan transaksi.

Berita Rekomendasi

"Biasanya istrinya atau pacarnya. Lalu mereka tertangkap dan harus menghadapi hukuman," ujar Yuniyanti.

Selain itu, Yuniyanti juga menilai hukuman mati dapat mengancam nyawa buruh migran di Indonesia yang terkena kasus hukum di negara lain.

Nantinya, kata dia, negara-negara yang warganya dieksekusi mati oleh Indonesia akan sulit mengampuni WNI yang terancam hukuman mati di sana.

Sebelumnya Jokowi meminta agar eksekusi hukuman mati tak hanya melihat dari sisi terpidana yang akan dieksekusi, tetapi juga korban yang meninggal karena narkoba.

Jokowi menyebutkan, setiap tahunnya ada 4,5 juta orang yang harus menjalani rehabilitasi di Indonesia.


Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sudah menyatakan persiapan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, sebagai tempat eksekusi para terpidana mati telah mencapai 100 persen. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan mengenai waktu eksekusi mati.

Jaksa Agung HM Prasetyo belakangan memastikan bahwa eksekusi mati semua terpidana kasus narkoba ditunda. Penundaan dilakukan karena adanya gugatan hukum yang dilakukan oleh para terpidana mati itu.

Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis 10 nama terpidana mati kasus narkoba yang akan dieksekusi, yakni Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Perancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).(Ihsanuddin)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas