BNPT Fokus Cegah Penyebaran Paham Radikal di Dunia Maya
Propaganda radikalisasi kini mudah menyebar ke seluruh dunia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan berupaya membendung radikalisasi di dunia maya menyusul terus berkembangnya jaringan kelompok oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Propaganda radikalisasi kini mudah menyebar ke seluruh dunia karena perkembangan teknologi komunikasi terutama di dunia maya. Indonesia dianggap terlambat menyadarinya.
"Kini kami konsen dalam upaya membendung radikalisasi di dunia maya yang dilakukan oleh ISIS. Kelompok ini menjadi luar biasa dan Indonesia menjadi sasaran bagi mereka untuk merekrut anggota baru," kata Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Mayjen TNI Agus Surya Bakti dalam pernyataannya Jumat(27/3/2015).
Menurutnya, jika dulu instrumen radikalisme dapat diidentifikasi seperti rumah ibadah, pendidikan, atau tempat pertemuan kini bergeser ke internet yang bisa diakses melalui gadget dan warung internet murah yang tersebar di mana-mana.
"Media sosial membuka ruang tertutup menjadi terbuka. Tak heran jika beberapa remaja 18-25 tahun bergabung dengan ISIS karena pengaruh propaganda media sosial,” katanya.
Sehingga menurutnya, dunia maya adalah instrumen baru yang membentuk pola radikalisme baru yang makin
rumit. Apalagi kelompok Al Qaeda sejak 2005 lalu telah menjadikan media untuk merebut hati para pendukungnya.
Agus menengarai ada tiga radikalisme. Pertama, radikalisme di lingkungan remaja. Kedua, radikalisasi pada kalangan terdidik. Ketiga, radikalisasi di ruang terbuka.
Media online dan media sosial katanya merupakan ruang publik baru yang terbuka dan bebas. Jika dahulu proses rekrutmen
dan indoktrinasi terjadi di ruang tertutup melalui berbagai perantara orang terdekat, saat ini proses rekrutmen menjadi sangat terbuka.
Lebih jauh Agus menjelaskan melalui media online perubahan pola propaganda terorisme berlangsung lebih masif dan terbuka.
Arus radikalisme baru ini tentu saja menjadi tantangan baru bagi pemerintah dan masyarakat secara umum.
"Kehadiran fenomena radikalisme di dunia maya seakan membangunkan kesadaran kita bahwa ada lubang besar yang tak terpikirkan dan itu sangat efektif digunakan oleh kelompok teroris. Harus disadari dibandingkan dengan negara-negara Barat, Indonesia sedikit lebih terlambat sadar ancaman terorisme di media online. Namun bukan hal yang terlambat bila kita saat ini memberikan porsi besar terhadap arus radikalisme di dunia maya ini,” tegasnya.
Agus menjelaskan empat tahun ini, pemerintah berusaha memutus rantai jaringan terorisme dunia dan usaha itu mampu melokalisasi kekuatan terorisme dalam negeri dan jaringan internasional dengan melibatkan banyak pihak seperti tokoh ulama, tokoh pendidikan , pemuda tokoh masyarakat dll.
"Terpenting adalah pemerintah harus memikirkan formulasi kebijakan dan regulasi yang lebih tepat dan efektif dalam menangani penyebaran propaganda radikalisme dan terorisme. Tumpulnya regulasi akan menjadi angin segar bagi kelompok teroris untuk menyebarkan paham dan ajaran radikal dengan bebas di dunia maya," kata Agus.