Ini Dia Insiden Masuknya Orang ke Roda Pesawat yang Buat Heboh Dunia Penerbangan
kasus serupa juga pernah terjadi di Amerika Serikat bahkan di Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyelinapnya seorang pria bernama Mario Steve Ambarita (21) ke dalam roda pesawat Garuda Indonesia tujuan Pekanbaru-Jakarta bukan kejadian yang pertama kali terjadi di dunia penerbangan khususnya Indonesia.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan kasus serupa juga pernah terjadi di Amerika Serikat bahkan di Indonesia.
"Di luar negeri juga pernah kejadian, di Amerika Serikat," ujarnya saat berbincang dengan Tribunnews.com, Selasa(7/4/2015).
Berdasarkan penelusuran Tribunnews kasus masuknya orang ke dalam roda pesawat pernah beberapa kali terjadi.
Ujungnya dalam kasus-kasus itu, sama seperti Mario yang kondisinya buruk saat terbang di ketinggian di atas 10 ribu kaki, tanpa oksigen dan suhu sangat dingin.
Berikut ini kasus masuknya orang ke dalam roda pesawat terbang dikutip dari berbagai sumber:
18 Februari 1981
Seorang petugas Apron Movement Control bandara Kemayoran melihat di bawah pesawat Mandala seonggok kaki manusia menjulur dari bagian belakang roda pesawat.
Semua pihak kaget termasuk sang Kapten pilot saat itu, Guritno mendengar kabar tersebut.
Sejumlah petugas mengeluarkan seorang pria dari ruang roda itu. Dia berpakaian lusuh. Tubuh lemas. Tapi dia masih bernafas. Lelaki ini selamat, dengan daftar penderitaan yang membuat kita meriang.
Kedua kaki luka berat. Nyaris busuk. Tubuhnya hitam legam seperti diserbu asap hitam. Tubuh itu dibaluri oli. Ada darah mengental yang membekas di celana. Juga luka bekas gigitan di salah satu pangkal paha.
Lelaki itu langsung dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta Pusat.
Besoknya, berita tentang pria bernyali 'gila; itu ramai di media massa. Namanya Tarsono. Asal Semarang.
Terbang ke Jakarta dengan cara nyaris bunuh diri. Menekuk tubuh di ruang roda pesawat. Semula dia mengaku sebagai petani. Dari sebuah kelurahan di Jawa Tengah.
Setelah ditelusuri alamat yang disodorkan itu palsu belaka. Setelah dicari-cari, polisi kemudian menyebutkan Tarsono adalah seorang gelandangan dari Pasar Bulu di Semarang.
Tarsono masuk dengan cara menginjak backstay atau alat penyangga roda pesawat. Alat itu membentuk siku terhadap strut, yang juga berhubungan dengan roda.
Demi melewati rongga sepanjang penggaris normal yang pas dengan tubuhnya, ia berpegangan pada post dan hydraulic jack, yang berada di langit-langit saat roda dalam posisi mendarat.
Ketika pesawat melayang dan perlengkapan mekanis roda masuk, tubuh Tarsono yang setinggi 1,65 meter tertekuk. Ia berada dalam posisi “mati”. Kepalanya akan tertindih hydraulic jack dan pantatnya terhimpit pada dinding rangka pesawat. Tangannya mungkin berpegangan pada post.
“Waktu saya duduk tiba-tiba seperti ada yang mendorong. Rasanya seperti ditekuk,” begitu kisah Tarsono saat itu, sebagaimana ditulis sejumlah media massa.
Terbang dengan cara Tarsono ini tentulah super sengsara. Ketika mesin pesawat menderu, suhu mesin bisa mencapai 730 derajat celsius. Dari pipa pembuangan pembakaran, suhunya 300 derajat celsius.
Beruntung ada pembatas panas. Pembatas itu ada di antara ruang mesin dan ruang roda, sehingga panas bisa ditekan ke bawah bilangan 100 derajat selsius.
Begitu hendak lepas landas, putaran mesin turbin menunjukkan 15 ribu rpm. Angka itu menurun jadi 14 ribu rpm saat pesawat sudah dalam posisi melayang. Tapi suaranya tetap bisa membuat telinga kita sepi selamanya.
Pengakuan Tarsono yang ditulis media massa saat itu ingin menumpang pesawat ke Jakarta. Apa daya uang tak punya.
Sebelum ke Semarang, ia tinggal bersama ayahnya di Jombang, Jawa Timur. Pernah menjadi pencari kayu dengan upah Rp300 per hari. Demi penghasilan lebih, dia lalu berangkat ke Semarang. Berangkat tanpa tujuan, akhirnya terdampar menjadi gelandangan.
23 September 1997
Dua remaja ditemukan menggigil di ruang roda Garuda Airbus A300-B4. Terbang dari Medan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Manto Manurung dan Siswandi Nurdin Simatupang, sontak mengejutkan khayalak ramai.
Seperti kisah Tarsono, Manto dan Siswandi ditemukan pertama kali oleh petugas yang hendak memasang chock pada roda depan pesawat. Ada sebagian baju yang menyembul dari ruang roda depan itu. Setelah diperiksa, ternyata ada dua remaja tanggung melipat tubuh di sana.
Manto ditemukan dalam kondisi lemah. Kaki kanan remaja setinggi 1,5 meter itu cedera. Pergelangan tangan kiri terluka. Sedang Siswandi, yang tingginya 1,65 meter seperti Tarsono, lebih bugar. Hanya tangan kanan sedikit lecet.
Manto dan Siswandi memang sudah merencanakan aksi ini. Rencana itu tercetus pada Senin 22 September 1997. Mereka mematangkan rencana “gila” ini di kamar kos Siswandi.
Setelah dirasa cukup matang, mereka bergegas ke bandara Polonia.
Pukul 03.00 WIB mereka menyelinap lewat parit. Lokasinya tak jauh dari landasan pacu. Dari parit itulah mereka mengendap ke ruang roda pesawat.
Semula mereka berempat. Namun, dua temannya lebih rasional. Memutuskan tinggal. Hanya Manto dan Siswandi yang main 'seruduk'.
Menurut Pujobroto, Pelaksana Harian Dinas Hubungan Bisnis Garuda Indonesia Airlines keduanya bertahan di “tempat persembunyian” selama kurang lebih 4,5 jam. Pukul 4 lebih 30 menit, teknisi memeriksa pesawat dan menyatakannya dalam kondisi baik. Tiga jam kemudian pesawat lepas landas.
Siswandi berkisah bahwa dia sempat sesak napas saat pesawat melayang di langit. Mungkin karena kekurangan oksigen. Lalu dia tertidur. “Tidurnya ya jongkok,” katanya, sebagaimana ditulis media massa saat itu. Sementara Manto, masih terus membuka mata.
Saat ditemukan, mereka sama sekali tak membawa kartu identitas. Beruntung Siswandi tak selemah Manto. Sehingga masih bisa menyebutkan nama sekolah dan alamat orang tuanya di Batangkuis, Deliserdang. Siswandi mengaku, nekat terbang dengan cara berbahaya ini karena sering bolos sekolah dan takut dikeluarkan.
Januari 2014
Potongan tubuh manusia ditemukan jatuh berceceran di Mushrefa, Jeddah, Arab Saudi.
Tidak diketahui pasti dari mana potongan tubuh itu jatuh. Namun, penyelidikan polisi memberikan kesimpulan potongan tubuh itu kemungkinan besar milik imigran ilegal yang nekat menumpang di roda pesawat.
Dugaan polisi itu cukup masuk akal. Soalnya cerita tubuh manusia tiba-tiba meluncur dari langit, dan jatuh berdebam di bumi, bukan hal baru.
September 2012
Seorang pria kulit hitam jatuh dari langit dan tubuhnya menghantam mobil di Portman Avenue, Mortlake, daerah pinggiran London, Inggris pada September 2012 lalu.
Di Inggris bahkan kejadian itu kerap berulang. Dua pekan sebelum kasus mayat di Portman Avenue, pria yang sudah jadi bangkai ditemukan di sistem pendaratan pesawat Boeing 747 di bandara Heathrow, London. Pesawat itu usai menuntaskan penerbangan 6.000 mil dari Cape Town, Afrika Selatan.
Tahun 2001
Dua pemuda asal Kuba tewas di dekat bandara Gatwick, Inggris. Keduanya bernama Maikel Almira, 16, dan Alberto Rodriguez, 15, kehabisan oksigen dan kedinginan saat pesawat itu mencapai ketinggian.
Mereka memanfaatkan longgarnya pengamanan di bandara Havana. Dalam surat terakhir untuk ibunya, Almira mengatakan akan mencari kerja ke Amerika Serikat. Sialnya, mereka salah naik pesawat.
Seharusnya mereka naik pesawat dari bandara di Havana menuju Miami, AS. Namun, mereka malah naik pesawat Boeing 777 milik maskapai British Airways yang terbang ke bandara Gatwick. Penerbangan itu memakan waktu delapan jam. Suhu di udara bisa mencapai -57 derajat celcius.
Juni 2013
Staf Bandara Vnukovo di Moskow menemukan mayat di roda pesawat Airbus A-330, penerbangan dari Italia. Menurut penyelidikan, mayat itu sudah ada di situ selama empat hari, ikut terbang ke berbagai negara.
Pria itu diidentifikasi bernama Giorgio Abduladaze, usia 22 tahun asal Georgia. Penyidik menduga kuat, Abduladze tewas karena kedinginan di ketinggian. Saat "menumpang" atau tenar disebut “stowaway”, dia hanya mengenakan T-shirt dan celana pendek. Tak mempan menangkis dingin.
Tahun 2009
Insiden serupa terjadi di wilayah Timur Jauh, Rusia. Saat itu, mayat Filipp Yurchenko, 19, ditemukan meringkuk di bagian roda pesawat Boeing A320 milik Maskapai Vladivostok Avia. Otopsi menunjukkan, dia meninggal akibat kekurangan oksigen dan radang dingin akibat cuaca di ketinggian yang bisa mencapai -55 derajat celcius.
Banyak kasus juga terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000 lalu, Badan Penerbangan Amerika Serikat (FAA) mengatakan ada 13 kasus tercatat di negara itu, hanya tiga yang selamat. Tahun 2001, ada enam orang berusaha masuk AS di roda pesawat, semuanya tewas. Tahun 2002, lima tewas dan seorang selamat.