Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ironis, Nama Munir Diabadikan Jadi Nama Jalan di Den Haag

Pemerintah Kota Den Haag melalui Wali Kota Den Haag, J.J van Aartsen akan meresmikan Munirpad, sebuah jalan sepeda di kota tersebut pada 14 April 2015

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ironis, Nama Munir Diabadikan Jadi Nama Jalan di Den Haag
Glery Lazuardi/Tribun Jakarta

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib disejajarkan dengan nama para pejuang HAM dari seluruh penjuru dunia.

Meskipun hanya sebatas nama jalan sepeda di Kota Den Haag, Belanda, namun itu merupakan bentuk penghargaan bagi pria kelahiran Malang pada 8 April 1965 itu.

Pemerintah Kota Den Haag melalui Wali Kota Den Haag, J.J van Aartsen akan meresmikan Munirpad, sebuah jalan sepeda di kota tersebut pada 14 April 2015. Peresmian nama jalan ini akan dihadiri oleh istri almarhum Munir, Suciwati.

Nantinya nama lengkap jalan tersebut adalah Munirpad, Indonesische voorvechter van de bescherming de rechten van de mens (Jalan Munir, Advokat pejuang HAM). 'Munir' tidak akan sendirian, ia akan ditemani tokoh-tokoh pejuang HAM lainnya, seperti Marthin Luther King, Nelson Mandela, Salvador Allende, dan Bunda Theresa.

Suciwati, selaku Istri Munir mengatakan pemberian nama jalan ini merupakan janji dari pihak Wali Kota. Janji ini diucapkan saat dia datang ke Negeri Kincir Angin guna memenuhi undangan pemutaran film tentang Hak Asasi Manusia.

"Di sana, Wali Kota Den Haag memberikan janji kepada saya akan membuat jalan Munir dalam kurun waktu 1 sampai 5 tahun. Nah, baru pada 14 april ini mereka mewujudkannya. Ini karena tidak gampang membuat jalan," tutur Suciwati di kantor LSM Kontras, Jakarta, Sabtu (11/4/2015).

Menurut Suciwati, pemberian nama jalan tersebut merupakan sesuatu yang luar biasa. Sebab, nama Munir diabadikan di daerah yang menjadi pusat peradilan hak asasi internasional.

BERITA TERKAIT

Sementara bagi pemerintah Indonesia ini merupakan peringatan karena negara ini abai terhadap penegakan HAM. HAM hanya dipakai sebagai ruang kekuasaan.

"Ironis ya, negara lain yang memberi penghargaan sedangkan negaranya sendiri memberi ruang buat pelaku yang diduga membunuh Munir. Orang terakhir yang dipenjara juga dapat pembebasan bersyarat. Ini harus terus didorong bahwa keadilan untuk Munir adalah keadilan untuk semua," kata dia.

Pada 7 September 2004, aktivis HAM dan pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Imparsial, Munir (39) meninggal di atas pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana.

Sesuai hukum nasionalnya, pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah almarhum. 12 September 2004 jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, Jawa Timur.

Lalu pada 11 November 2004 pihak keluarga almarhum mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa almarhum meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.

Pada 18 Mar 2005 pilot Garuda Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri. Setelah mencapai proses hukum yang panjang, Pollycarpus akhirnya divonis 14 tahun penjara di tingkat Peninjauan Kembali.

Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya. Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas.

Namun, Pollycarpus Budihari Prijanto pun juga akhirnya menghirup udara bebas dari Lembaga Pemasyarakatan kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, terhitung sejak Jumat 28 November silam.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas