Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Level Internasional, Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri tidak Diakui

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Di Level Internasional, Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri tidak Diakui
IST
Ribuan Buruh Migran Indonesia (BMI) Hongkong, Minggu (1/9/2013), berunjuk rasa menuntut penghapusan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), karena menjadi ajang pemerasan bagi BMI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi (Judicial Review) Pasal 26 ayat (2) huruf f dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) oleh Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN).

Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan ahli, Arie Afriansyah, peneliti Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).

Arie berpandangan, sesuai dengan Pasal 63 UU 39/2004, Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) baru akan diberikan apabila calon pelaut yang akan bekerja telah memenuhi persyaratan dokumen penempatan TKI di luar negeri, telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), dan telah diikutsertakan dalam perlindungan program asuransi.

"Namun, pada praktiknya, tujuan perlindungan yang diharapkan oleh para TKI Pelaut Indonesia di luar negeri masih jauh dari kenyataan," ujarnya di gedung MK, Jakarta, Rabu (29/4/2015).

Menurutnya, tidak adanya pengakuan dari negara lain membuat keberadaan KTKLN menjadi tidak berarti. Hal tersebut tidak akan menjadi sia-sia apabila pemerintah sebelum mewajibkan kepada para TKI, berupaya untuk mendapatkan perjanjian pengakuan secara bilateral (mutual recognition agreement/MRA) dari negara-negara yang seringkali tenaga kerja pelaut Indonesia bekerja atau menghabiskan waktu selain di atas kapal.

"Mutual Recognition Agreement (MRA) adalah pilihan penting lain yang dapat dipertimbangkan lebih lanjut oleh pemerintah Indonesia," jelasnya.

Ditegaskannya, jika KTKLN ditujukan sebagai jaminan dari pemerintah kepada para TKI pelaut, menjadi pertanyaan mendasar apabila kenyataannya tidak bisa digunakan secara efektif.

BERITA TERKAIT

"Hal inilah yang ditengarai menjadi alasan utama tuntutan para TKI/Pelaut yang mendesak Presiden Jokowi untuk dihapuskan," tegasnya.

Arie mengatakan, dalam tataran hukum internasional, masyarakat internasional hanya akan memastikan pelaksanaan aturan yang terdapat di perjanjian tersebut. Dalam konteks ini, kewajiban Indonesia dalam Konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor 185 Concerning Revising The Seafarers’ Identity Documents Convention, 1958 (Konvensi SID) menjadi bentuk pengikatan diri Indonesia yang dituangkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Dokumen Identitas Pelaut.

Dengan demikian, pemerintah Indonesia terikat pada semua isi yang ada dalam konvensi tersebut.

Sidang kali ini merupakan sidang terakhir yang diajukan oleh para pemohon terkait keterangan ahli/saksi karena dinilai sudah cukup.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menanyakan kepada perwakilan pemerintah, apakah akan mengajukan ahli/saksi dari pemerintah. Perwakilan pemerintah menjawab tidak ada ahli/saksi yang akan diajukan.

Sidang selanjutnya menunggu kesimpulan yang paling lambat harus diserahkan kepada Tim Panitera MK pada tanggal 8 Mei 2015.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas