Tak Ikut Pilkada, Pakar Sebut Golkar dan PPP Dikerjai Penguasa
Wacana itu digulirkan untuk mengakomodir keikutsertaan Golkar dan PPP dalam pilkada serentak tahun ini.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah anggota DPR mewacanakan kembali dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Wacana itu digulirkan untuk mengakomodir keikutsertaan Golkar dan PPP dalam pilkada serentak tahun ini.
Menanggapi itu, Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai perlu revisi tersebut. Mengingat, kekacauan internal di Partai Golkar dan PPP tidak datang dengan sendirinya.
"Kalau dilihat konteks kasus Golkar dan PPP tidak terelakkan terhadap perubahan UU Pilkada. Nah, sikap hari ini justru menguatkan kekacauan Golkar dan PPP itu dikehendaki," kata Margarito kepada wartawan, Jumat (8/5/2015).
Menurut Margarito, memang bila ada partai yang tidak menginginkan perubahan dalam UU Pilkada, maka itu menguntungkannya, lantaran Golkar dan PPP tidak bisa ikut pilkada serentak. Maka sudah nyata, duga Margarito, ada pihak-pihak yang memang mengerjai kedua partai itu.
"Karena Golkar dan PPP tidak bisa ikut pilkada serentak, maka betul-betul itu mereka dikerjai oleh penguasa. Jadi harus diubah," kata Margarito.
Margarito berpendapat, seharusnya dengan undang-undang, semua pihak dapat diakomodir keikutsertaannya. Tidak justru membuat sejumlah pihak tersingkirkan dalam berkompetisi. "Jadi ubah saja, biarkan Golkar dan PPP ikut berkompetisi," tegasnya.
Untuk diketahui, dua partai tersebut memang sedang kisruh dualisme kepimpinan. Sementara KPU sesuai amanat UU Pilkada, sudah membuat peraturan, bahwa hanya calon yang bisa diusung tiap tiap partai.
Hal itu jelas membuat Golkar dan PPP lebih 'kebakaran', lantaran sampai saat ini masih terbelah dua kubunya.
Margarito sendiri menyarankan agar parlemen ikut membantu memformulasikan jalan tengah. Sehinga dapat dipilih salah satu kubu dari golkar dan PPP yang diakui, untuk mendapat pengesahan bila mengusung satu calonnya di daerah.
"Masalahnya, (kubu) Golkar dan PPP yang mana yang bisa ikut? Yang penting, bagaiamana DPR memformulasikan keputusannya dalam akal sehat politik untuk memasukan salah satu kubu dari dua kubu di dua partai itu," ujarnya.