Politisi PKS Sebut Reshuffle Ibarat Bunuh Bayi Usia 6 Bulan
Politisi PKS Mahfudz Siddiq menilai rencana Presiden Jokowi untuk lakukan reshuffle perlu dikritisi.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PKS Mahfudz Siddiq menilai rencana Presiden Jokowi untuk lakukan reshuffle perlu dikritisi.
Apalagi, katanya, rencana tersebut muncul di tengah tren penurunan ekonomi nasional dan masih ruwetnya konsolidasi politik paska dilantiknya Jokowi sebagai presiden.
"Jangan sampai reshuffle ini digiring pada pembentukan persepsi publik bahwa solusi dari persoalan ekonomi dan politik adalah penggantian anggota kabinet. Harus dipahami bahwa sejak kabinet dilantik, semua kementerian dan lembaga ini ibarat bayi usia 6 bulan," kata Mahfudz melalui pesan singkat, Jumat (22/5/2015).
Mahfudz mengatakan penataan organisasi di kementerian dan lembaga masih belum tuntas akibat lambannya proses pengambilan keputusan dan kuatnya tarik-menarik kepentingan.
Kemudian orientasi dan fokus kerja masih dalam konsolidasi, misalnya penyesuaian rencana kerja kementerian dan lembaga tahun 2015 dengan visi Nawacita Jokowi.
"Anggaran kementerian atau lembaga yang dituangkan dlm APBNP 2015 baru saja keluar DIPAnya bulan Mei ini. Artinya kementerian/lembaga yang dipimpin Presiden Jokowi sampai saat ini seperti kendaraan yang belum bisa dipacu," katanya.
Mahfudz menuturkan bila mencuatnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah lalu presiden lakukan reshuffle sama saja presiden akan membunuh menteri yang baru berusia 6 bulan.
Sebagai bukti, BI menunjukkan bahwa melemahnya pertumbuhan ekonomi diakibatkan salah satunya karena melemahnya konsumsi pemerintah.
"BPS juga menunjukkan bahwa laju pertumbuhan domestik bruto (PDB) dr komponen pengeluaran konsumsi pemerintah minus 48.68% pada kuartal 1/2015 dibandingkan dengan akhir 2014. Jadi menurut saya ide reshuffle tidak akan jadi solusi tapi justru akan menambah persoalan baru," ungkap Ketua Komisi I DPR itu.
Mahfudz menuturkan yang harus dievaluasi adalah kinerja presiden dalam 6 bulan ini. "Yaitu seberapa efektif presiden mengelola kabinetnya dengan visi, agenda dan manajemen yang jelas dan tepat," katanya.