Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Putera Surya Paloh: Tolak Dana Aspirasi Rp 20 M

Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Prananda Surya Paloh menegaskan NasDem menolak usulan dana aspirasi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Putera Surya Paloh: Tolak Dana Aspirasi Rp 20 M
dok pribadi
Prananda Surya Paloh 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Prananda Surya Paloh menegaskan NasDem menolak usulan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar untuk setiap anggota dewan.

Dalam menyikapi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) Pasal 80 huruf J menyatakan setiap anggota dewan memiliki hak untuk mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan, maka diusulkan Badan Anggaran DPR RI dalam R-APBN 2016 dana sebesar Rp 20 miliar untuk setiap anggota dewan.

"Ini terlihat begitu menggiurkan, namun di balik itu menyimpan potensi masalah. Hal inilahg yang kemudian mendorong Partai NasDem melakukan telaah yang mendalam, dan akhirnya pada level DPP memutuskan untuk menolak dana aspirasi tersebut," tegas Putera Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (15/6/2015).

Dijelaskan, ada beberapa alasan mengapa dana aspirasi harus ditolak. Yakni, terjadinya fusi fungsi antara Legislatif dengan Eksekutif.

Artinya menjadikan DPR yang merupakan pengawas dan pemberi anggaran, menjadi bertambah sebagai pelaksana.

Seperti harus tentukan PAGU Anggaran. "Itu pekerjaan Bapeda dan Bapennas dengan Depkeu. Sementara DPR bertugas memberikan persetujuan atau tidak berbasis pertimbangan politis," jelas Prananda.

Dalam usulan Dana Aspirasi, tiap anggota DPR diminta untuk menentukan proyek (termasuk) dengan pagu anggarannya.Risikonya ketika pagu itu kecil proyek tidak bisa jalan. Namun memberikan pagu terlalu besar bisa dianggap mark up dan ujungnya risiko dituduh korupsi.

Berita Rekomendasi

Kemudian jika alasannya tidak efektifnya mekanisme formal selama ini, maka jawabannya adalah reformasi sistem formal tersebut.

"Ada bermacam model yang efektif, seperti contoh ekstrimnya Swiss misalnya tiap minggu rutin meminta referendum warganya untuk penggunaan dana negara pada proyek proyek negara.
Dengan demikian maka terjadi efektivitas anggaran dan kebutuhan masyarakat," tuturnya.

"Persoalannya, apakah kita benar-benar serius mereformasi sistem formal yang ada saat ini?" Demikian dia mempertanyakan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas