Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Suka Duka BNPT Kembalikan Teroris Umar Patek ke Jalan yang Benar

Adanya modul itu, proses pembinaan yang dilakukan BNPT terhadap Umar Patek bisa dilakukan di tingkat petugas Lapas

zoom-in Ini Suka Duka BNPT Kembalikan Teroris Umar Patek ke Jalan yang Benar
Surya/Miftah Faridl
Umar Patek (tengah) usai mengibarkan bendera merah putih dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Lapas Porong, Sidoarjo, Rabu (20/5/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberhasilan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melakukan proses deradikalisasi pada narapidana tindak pidana terorisme seperti Umar Patek, menjadi titik tolak meningkatkan kualitas petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Karena itu BNPT merasa perlu menyusun modul identifikasi sebagai bagian dari pembinaan mereka dengan bersinergi dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Menkumham.

Adanya modul itu, proses pembinaan yang dilakukan BNPT terhadap Umar Patek bisa dilakukan di tingkat petugas Lapas.

“Kami melakukan dengan pendekatan dan pembinaan dengan pendekatan hati. Umar Patek misalnya, susah mendekati dia karena dia tokoh hebat di lingkungannya. Tapi kita yakin dia seorang muslim yang taat, punya hati dan pikiran dan pasti bisa diajak kerjasama,” kata ketua Bidang
Resosialisasi dan Rehabilitasi (Resoshab) BNPT, Werijon dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews, Kamis(18/6/2015).

Menurut Werijon dalam upaya penyadaran terhadap Umar Patek tersebut membutuhkan waktu yang lumayan lama.

“Dia cukup lama mempelajari apakah BNPT benar-benar datang untuk membina atau hanya sekadar pura-pura. Akhirnya mau bercerita tentang bagaimana kehidupan dia. Bahkan untuk mendekati dia, kami ikhlas dia memegang kepala dan telinga, bahkan mengajak saya foto selfie yang selama ini tidak pernah dilakukan,” ujar Werijon.

Dari situ akhirnya Umar Patek merasa mendapat teman dan pihak BNPT selalu mendengar cerita-cerita Umar Patek, seraya memberi kesadaran tentang pandangan keliru tentang arti jihad.

BERITA REKOMENDASI

“Saya panggil dia brother Umar. Saya sampaikan bahwa brother Umar seharusnya bisa memberikan contoh atau pesan kepada kawan-kawan atau calon orang-orang yang akan berjihad, bahwa jihad yang dijalankan itu tidak tepat. Dan kami bersyukur setelah melalui proses yang cukup pelik, dia bersedia melaksanakan itu dan bahkan pada Hari Kebangkitan Nasional di Lapas Porong, 20 Mei lalu, Umar Patek dengan rela hati mau menjadi petugas pengibar bendera Merah Putih,” tutur Werijon.

“Kita berikan mereka rasa damai kepada mereka dan saya sampaikan kehadiran BNPT itu adalah bentuk perhatian negara. Tidak ada maksud lain. Intinya kami ingin dia menjadi agen perubahan bagi keutuhan
NKRI,” tambah Werijon.

Werijon berharap, dengan adanya modul ini, kualitas petugas Lapas dalam hal pembinaan narapidana tindak pidana terorisme itu lebih meningkat.

Karena selama ini proses itu dilakukan dengan memperkirakan dan memperhatikan saja.

Pembuatan modul identifikasi itu dipimpin langsung oleh Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk MSi.


“Ibarat orang sakit, ini semacam general check up. Dengan adanya instrumen identikasi itu kita akan tahu ‘penyakitnya’ itu apa dan bagaimana cara penyembuhannya para narapidana tindak pidana terorisme. Nantinya setelah tahu kondisinya, baru akan kita kelompokan, mana yang inti, mana yang militan, pendukung, dan yang penggembira saja. Jadi penanganan kita berdasarkan data karena untuk membuat program deradikalisasi dasarnya harus data-data itu karena kondisi napi terorisme itu berbeda-beda. Selama ini upaya itu dilakukan hanya dengan memakai perasaan saja. Jadi ini terobosan yang sangat bagus dari BNPT,” terang Prof Dr Hamdi Muluk MSi.

Prof Hamdi menjabarkan, instrumen identifikasi ini akan mengungkap dari yang paling awal yaitu motif mereka masuk kelompok radikalisme, aspirasi politik mereka, sikap dia terhadap negara, masyarakat, demokrasi, toleransi. Juga sikap mereka tentang umat islam yang diperlakukan tidak adil, dipencilkan, dimarjinalisasi.

“Karena itu yang biasanya mendorong mereka untuk melakukan jihad. Kita ukur bagaimana pemahaman tentang jihad, khususnya jihad khittoh (jihad
perang). Apakah jihadnya sepotong-sepotong, bagaimana konsepsi dia tentang hubungan islam dengan negara, keharusan mendirikan negara
islam, dan tingkat dia melakukan tindakan kekerasan violence extrimisme. Juga tingkat fundamentalisme dan fanatisme,” kata Prof
Hamdi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas