Kebijakan Perlindungan Kepala Daerah dari Kriminalisasi Harus Ditolak
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi, menilai kepala daerah yang keliru karena kebijakannya harus ditindak, apalagi terbukti korup
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi, mengatakan kepala daerah tak boleh menerima keistimewaan. Kritik Apung menanggapi rencana pemerintah mengeluarkan keputusan presiden untuk melindungi kepala daerah dari upaya kriminalisasi terkait kebijakan yang dikeluarkannya.
"Itu sama saja melegalkan korupsi, harus ditolak," kata Apung Widadi saat dihubungi Tribunnews.com di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Apun menilai seorang kepala daerah yang terbukti melanggar hukum, harus ditindak. Ia tidak setuju dengan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyebut seorang kepala daerah tidak seharusnya dipidana karena kebijakannya.
Gelagat Wapres JK, menurut Apung, patut dicurigai. Apalagi ia sempat menjadi saksi meringankan di sidang mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin atau Yance di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, awal April lalu.
Yance diduga melakukan tindak pidana korupsi pada 2004 lalu dalam proyek pembebasan lahan seluas 82 hektare untuk pembangunan PLTU I di Sumur Adem, Indramayu. Perbuatan Yance diduga telah membuat negara rugi hingga Rp 42 miliar.
Saat itu kesaksian JK sebagai wakil presiden saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Pembangunan PLTU di Indramayu merupakan program pemerintah yang digagas Wapres JK. Pada awal Juni, Yance akhirnya divonis bebas.
Belum lama ini Wapres JK menilai salah satu kendala lambatnya pembangunan di daerah karena para bupati takut mengeluarkan kebijakan sehingga terancam dikriminalisasi. Alhasil bupati tak bisa mengambil keputusan dan efeknya banyak proyek pembangunan di daerah mangkrak.
Untuk melindungi kebjakan kepala daerah tak dibayang-bayangi kriminalisasi, pemerintah berencana mengeluarkan keppres.