Pemerintah Sedang Berpacu Menghadapi Dua Hal Besar
Memadukan dua kepentingan dalam reshuffe, yaitu konsolidasi politik elite dan mengelola persoalan ekonomi menurutnya jelas-jelas sangat sulit
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PKS Mahfudz Siddiq menilai pemerintah saat ini sedang berpacu menghadapi dua hal besar. Kedua hal itu adalah konsolidasi politik elite dan gejala krisis ekonomi.
Bila Jokowi mau belajar dari Soeharto maka seharusnya Jokowi menuntaskan dulu konsolidasi politik elite sebagai modal politik untuk menyelesaikan ekonomi yang nyata dan dirasakan masyarakat dampaknya.
“Reshuffle kabinet? Apakah ini instrumen untuk konsolidasi politik elite atau instrumen untuk selesaikan masalah ekonomi? Ada yang berpikir bahwa reshuffle bisa menambah runyam persoalan konsolidasi politik elite. Resikonya? Krisis ekonomi lebih cepat datangnya,” ujar Wakil Sekjen PKS, Mahfudz Siddiq dalam releasenya, Rabu (8/7/2015).
Kehidupan politik negeri ini menurutnya memang tak sesederhana yang dibayangkan sebagian orang. Alih-alih mengembangkan, yang ada dan sudah terbangun pun bisa berantakan.
”Presiden sedang dihadapkan pada realitas modal politik awal yang makin terfragmentasi. Sementara konsolidasi perlu tambahan elemen lainnya,” katanya.
Memadukan dua kepentingan dalam reshuffe, yaitu konsolidasi politik elite dan mengelola persoalan ekonomi menurutnya jelas-jelas sangat sulit dan rumit.
”Memadukan keduanya absolutely very complicated. Secara kalkulatif, hanya tersedia waktu 6 bulan ke depan bagi Presiden untuk tuntaskan agenda konsolidasi politik elite. Jika tidak? Red alert! (lampu merah!),” katanya.
Mahfudz mengatakan, yang dibutuhkan saat ini adalah karakter pemimpin nasional sebagai seorang yang bisa menggalang solidaritas dan pemimpin buat semua atau solidarity maker dan leader for all.
“Dia akan bicara tentang persoalan nyata bangsa ini. Ketika kita sedang menghadapi dua persoalan besar, di sekeliling sedang mengintai (sambil bekerja) kekuatan-kekuatan besar yang berhajat menguasai negeri ini,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini Presiden butuh 3 instrumen kekuatan yaitu aktor keamanan negara yang kuat, aktor politik elite yang tanggap dan aktor teknokratik yang cerdas.
Presiden bersama ketiga instrumen aktor tersebut bahu-membahu mengelola entitas bisnis/ekonomi, psikologi massa dan dunia internasional.
Dijelaskan, orientasinya hanya satu: Kepentingan Nasional. Buang jauh kepentingan personal dan juga kepentingan partai/kelompok.
Permainan kekuasaan atau Power Game yang tak kunjung selesai, bukan hanya akan melumat pemimpinnya, tapi juga akan bisa mengorbankan rakyatnya.
"Oleh karena itu mari kita taqarrub kepada Allah, agar Allah anugerahkan kejujuran dan kecerdasan,” katanya.