Fahira: Saya Sarankan Pak Jokowi Keluarkan Inpres
"Ini (revolusi mental) pekerjaan besar dan hanya presiden yang bisa merealisasikannya."
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada Hari Anak Nasional yang jatuh pada Kamis, 23 Juli ini, Indonesia masih menghadapi tantangan kurangnya perlindungan terhadap anak.
Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris mengatakan meskipun sudah ada UU Perlindungan Anak sejak 2002 dan mempunyai kementerian serta berbagai lembaga yang fokus terhadap anak, tingkat kekerasan terhadap anak semakin meningkat dan mengkhawatirkan.
Untuk itu dirinya mendorong pemerintah untuk memiliki terobosan merevolusi mental masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa.
"Ini (revolusi mental) pekerjaan besar dan hanya presiden yang bisa merealisasikannya. Saya sarankan Pak Jokowi keluarkan Inpres yang memerintahkan semua K/L (kementerian/lembaga) punya program perlindungan anak," kata Fahira dalam pesan yang diterima di Jakarta, Kamis (23/7/2015).
Menurutnya, pengetahuan masyarakat terhadap regulasi terkait perlindungan anak sangat minim.
Oleh karena itu harus ada gerakan nasional perlindungan anak yang langsung dikomandoi oleh presiden.
Kampanye dan program perlindungan anak yang masif diyakini mampu menurunkan angka kekerasan terhadap anak.
"Agar ini jadi gerakan bersama, semua K/L diwajibkan punya program perlindungan anak di Renstra-nya masing-masing," katanya.
Lebih lanjut, Fahira memberikan contoh, Kementerian Agama punya program penyuluhan UU Perlindungan Anak bagi pasangan yang akan menikah.
Kementerian Kesehatan punya program Puskesmas ramah anak, Kemdikbud punya kebijakan menjadikan semua sekolah di Indonesia menjadi sekolah ramah anak.
Atau Kominfo dan KPI yang punya kebijakan tegas membersihkan layar kaca kita dari tayangan sampah yang merusak anak-anak.
Fahira mengatakan, kementerian yang sebenarnya tidak terkait erat dengan perlindungan anak juga bisa berinovasi.
Misalnya Kementerian PPN/Bappenas yang tiap tahun menggelar Musrenbangnas, mewajibkan pemerintah daerah melibatkan anak-anak di setiap tahapan rencana pembangunan mulai dari tingkat desa hingga provinsi, bahkan nasional untuk dimintai pendapat dan aspirasinya.
"Anak-anak ini juga punya hak juga dalam menentukan wajah kota atau daerah yang mereka tempati. Mereka harus ditanya fasilitas apa saja yg mereka butuhkan untuk mendukung tumbuh kembang mereka.Indonesia ini bukan hanya milik kita orang-orang dewasa," kata Fahira.
Menurutnya, walau pemerintahan sudah silih berganti, keberpihakan negara terhadap perlindungan anak belum maksimal terutama dari sisi penganggaran.
"Saya sedih melihat anggaran KPPPA (Kementerian Pemberdayaam Perempuan dan Perlindungan Anak) yang begitu minim bahkan lebih kecil dari anggaran direktorat jenderal salah satu kementerian. Harusnya kementerian ini bisa jadi leading perlindungan anak," kata Fahira.
"Tetapi saya lihat perannya masih sebatas mengkoordinasi saja. KPPPA itu kementerian masa depan tapi anggarannya masih masa lalu."
Dirinya berharap Presiden Jokowi juga menjadikan perlindungan anak sebagai salah satu prioritas utama program pemerintahannya, dan bersedia menginstruksikan semua K/L agar mempunyai program dan kampanye perlindungan anak.
"Saya mau ingatkan beradab tidaknya sebuah negara itu dilihat dari bagaimana negara tersebut memperlakukan perempuan dan anak," kata Fahira. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.