Yusril: Repot Bila Kejaksaan Tidak Akui Putusan MK
Yusril Ihza Mahendra menyayangkan Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Tinggi DKI yang tidak mengikuti atau melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra menyayangkan Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Tinggi DKI yang tidak mengikuti atau melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Kitab Hukum Acara Pidana.
Menurut Yusril, jaksa dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka tidak mengikuti putusan MK yang dalam putusannya menyebutkan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka harus memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 KUHAP.
"Padahal MK menyatakan yang dimaksud bukti permulaan atau bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang dimaksud KUHAP adalah bukti yang diatur dalam pasal 184 KUHAP yakni bukti yang dijadikan oleh hakim sebagai dasar untuk menjatuhkan pidana bagi seorang. Jadi repot apabila kejaksaan tidak mengakui atau mengikuti putusan MK," ujar Yusril usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta selatan, Selasa (28/7/2015).
Kejaksaan menurut Yusril menetapkan Dahlan sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang merujuk pada ketentuan pasal 1 angka 14 KUHAP yang berbunyi tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
"Padahal norma pasal 1 angka 14 KUHAP oleh mahkamah konstitusi Republik Indonesia telah dipitud dalam putusan nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015," katanya.
Dalam amar putusan MK disebutkan jika bukti permulaan sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat 1 Undang-undang nomor 8 tahun 1981 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai minimal dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 KUHAP.
Sementara itu Kejaksaan Tinggi dalam persidangan menyebutkan jika penetapan tersangka Dahlan Iskan telah sesuai dengan tata cara yang diatur dalam KUHAP.
Dahlan ditetapkan tersangka dalam kasus pembangunan 21 Gardu Induk sewaktu menjabat sebagai direktur utama PLN, berdasarkan pengembangan 15 orang tersangka yang telah disidik, selain itu juga berdasarkan pemeriksaan 37 orang saksi, dua orang ahli dari LKPP dan BPKP, dan 305 dokumen.