Ini Dia Empat Tokoh Kandidat Kuat Ketua Umum PBNU
Meski dalam muktamar ada 39 calon, namun ada empat tokoh menjadi calon kuat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak hanya perang urat syaraf saja yang mewarnai pelaksanaan Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) tapi juga kampanye hitam dalam pelaksanaan pemilihan ketua umum baru yang akan menjadi nakhoda dalam menentukan masa depan NU.
Meski dalam muktamar ada 39 calon, namun ada empat tokoh menjadi calon kuat dalam pertarungan memperebutkan kursi ketum.
Mereka adalah KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), incumbent KH Said Agil Siradj, dan mantan pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN), Said As'ad Ali.
Serta KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang dinilai Gus Dur sebagai orang paling pas memimpin NU. Inilah sosok mereka:
KH Solahuddin Wahid (Gus Sholah)
Adik mantan Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini sempat diisukan mundur dari bursa calon ketua umum. Namun, dia buru-buru membantah isu tersebut. Dia justru menuding ada pihak yang menyebarkan isu kesehatan sebagai kampamye hitam.
"Ini tinggal beberapa hari, kok mengundurkan diri. Jadi saya tegaskan tidak mengundurkan diri. Saya sehat wal afiat walaupun sudah kepala tujuh Alhamdulillah, tetap sehat wal afiat," tuturnya.
Gus Sholah pun mengklaim bahwa dia mendapat dukungan dari separuh lebih peserta resmi Muktamar NU ke-33. Saat ini ada 29 pengurus wilayah sementara pengurus cabang ada 515.
Dia menyebut, NU adalah aset bangsa Indonesia. NU adalah organisasi yang didirikan oleh ulama-ulama. Ilmunya tinggi sekaligus ulama-ulama yang ikhlas. Jadi jangan dikotori dengan perilaku yang tidak baik.
"Praktik money politic, misalnya ke jamiyah. Karena data di Tebuireng, banyak orang dari pihak-pihak tertentu yang mengiming-imingi untuk melakukan hal-hal semacam ini. Hentikanlah, berilah NU manfaat jangan memanfaatkan NU untuk kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok," tegasnya.
Tokoh yang kini dipercaya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang ini sudah beberapa kali digadang-gadang menjadi calon ketua umum. Namun, pada muktamar ke-32 lalu harus kalah ketika menghadapi Said Agil Siradj.
Pria kelahiran Jombang, 11 September 1942 ini adalah salah satu tokoh HAM di Indonesia. Sebagai tokoh agama dia tidak terima dengan anggapan banyak ustadz yang mengajarkan radikalisme. Sebab pasti ada ajaran kebaikan yang mereka ajarkan kepada pengikutnya. Namun dia mengakui, tidak mudah bagi ulama untuk menyadarkan anak-anak muda yang telah mendapat pemahaman salah tentang jihad.
Di kancah politik, Gus Sholah pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komnas HAM. Bersama kandidat presiden Wiranto, dia mencalonkan diri sebagai kandidat wakil presiden pada pemilu presiden 2004. Langkahnya terhenti pada babak pertama, karena menempati urutan ketiga.
Said Agil Siradj
Mantan Ketua PBNU ini mempunyai hubungan yang kuat antara Said Aqil Siradj dan kelompok Syiah.
Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah Kiai Cholil Nafis menegaskan bahwa Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas al-Musthafa al-’Alamiyah, Qom, Iran.
Qom adalah sebuah kota yang merupakan ibukota Provinsi Qom di Iran. Qom menjadi sebuah kota suci bagi penganut Islam Syi'ah. Kota ini merupakan pusat pendidikan Syi'ah terbesar di dunia.
Menurut Kiai Cholil Nafis, dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Rais Am Syuriah PBNU yang saat itu dijabat KHA Sahal Mahfudz. Dokumen tertanggal 27 Oktober 2011 itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia.
”Saya kopi yang berbahasa Indonesia karena saya gak begitu paham bahasa Persia,” katanya sembari memberi Dokumen MoU tersebut dalam versi bahasa Indonesia.
Menurut Cholil Nafis, Kiai Said Aqil tak bisa mengelak karena sudah ada dokumen resmi yang dia temukan.
”Di PBNU ada, di Universitas al-Mustafa juga ada,” tegas dosen Universitas Indonesia (UI) itu ketika ditanya dapat dari mana dokumen tersebut.
Ia mengaku pernah sekali berkunjung ke Universitas al-Mustafa al-‘Alamiyah. ”Saya kesana mewakili UI dalam urusan akademik,” katanya.
Bagi warga NU, isu ini sangat sensitif mengingat paham tersebut bertolak belakang dengan prinsip NU.
Said Agil Siraj saat ini masih menjadi Ketua Umum PBNU 2010-2015. Dia terpilih menjadi Ketua Umum pada Muktamar ke 32 yang diselenggarakan di Makassar setelah mengalahkan rivalnya Slamet Effendi Yusuf pada putaran kedua.
Pria kelahiran Cirebon 3 Juli 1953 ini, mempunyai latar belakang akademis yang luas dalam ilmu Islam. Alumni S3 University of Umm Al-qura dengan jurusan Aqidah / Firasat islam ini lulus pada tahun 1994 yang sebelumnya mengambil S2 di Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama, lulus pada tahun 1987. Sementara S1 di Universitas King Abdul Aziz, jurusan Ushuluddin dan Dakwah, lulus pada tahun 1982. Dengan latar belakang ilmu pendidikan Agama yang kuat dijadikan modal Siradj dalam dakwah dan memperjuangkan Islam lewat NU.
Said Asad Ali
Wakil Ketua Umum PBNU Said Asad Ali juga digadang-gadang sebagai calon ketua umum pada Muktamar ke-33 ini. Menurut As'ad Ali, muktamar ini merupakah salah satu muktamar paling penting karena baru pertama sejak NU berdiri tahun 1926, muktamar diselenggarakan di Jombang sebagai kota asal para pendiri NU. Selain itu muktamar diselenggarakan menjelang peringatan satu abad NU.
“Muktamar kali ini dilandasi semangat menyambut satu abad NU. Organisasi NU adalah organisasi kemasyarakatan yang sangat kuat memegang tawasuth (moderat), tawazun (proporsional) dan tasamuh (toleran),” kata As'ad seperti dilansir situs resmi NU.
NU dianggap paling cocok mengatasi berbagai persoalan keagamaan yang berkembang. Dikatakannya, warga Muslim di Afghanistan bahkan meniru mendirikan organisasi NU Afganistan atau NUA dengan format yang mirip dengan NU yang ada di Indonesia.
Asad Said Ali Lahir di Kudus 19 Desember 1949. Dia alumni Pondok pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogjakarta. Kemudian dia masuk Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) sejak 1982-1999 dan bertugas di Timur Tengah seperti Arab saudi, Yordan, Suriah dan Libanon.
Said Ali juga pernah menjabat sebagai wakil kepala Badan Intelijen Negara selama 9 tahun sejak era Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati Soekanoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian dia diminta para rois aam, serta ulama sepuh NU mendampingi Said Agil Siraj sebagai wakil ketua umum PBNU 2010 hingga 2015.
Pada saat menjabat sabagai wakil kepala BIN kasus besar terjadi yaitu pembunuhan aktivis HAM Munir. Pembunuhan yang melibatkan pilot Garuda Polycarpus tersebut hingga saat ini masih menjadi misteri siapa dalang dibalik aksi yang dilakukan PolYcarpus.
Bahkan istri almarhum Munir, Suciwati meminta seluruh petinggi BIN diperiksa. Tentunya ini juga bisa mengenai As’ad Ali. Namun apa dikata keinginan Suciwati tersebut tinggal kenangan saja.
KH Mustofa Bisri (Gus Mus)
Ada pula KIai sepuh seperti Kyai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus yang digadang Yenny Wahid sebagai calon ketua umum. Yenny mengatakan sebelum Gus Dur meninggal, dia berpesan yang paling pas memimpin NU adalah Gus Mus.
Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944 ini adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair.