Menko PMK: Riset dan Iptek perlu Revolusi Mental
Menko PMK mengakui tantangan klasik yang kerap menerpa lembaga penelitian di Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengatakan diperlukan Revolusi Mental dalam bidang Riset, Iptek dan Dikti, agar riset yang dilakukan berorientasi pada kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kehidupan masyarakat.
Hal ini disampaikan Puan Maharani saat menjadi keynote speaker Rakornas Iptek 2015 di Jakarta, Selasa (4/8/2015). Agenda ini dihadiri Menristekdikti Muhammad Nasir dan sejumlah pimpinan badan penelitian dan pengembangan.
Menurut Puan, satu langkah penting dalam rangka Revolusi Mental dalam bidang Riset dan Iptek ini adalah adanya komitmen untuk melakukan pembagian peran dan tugas lembaga pendidikan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan serta dunia usaha dan industri di dalam membangun kemandirian ekonomi Indonesia. Komitmen tersebut diwujudkan dalam semangat kerja yang dapat diukur kinerjanya.
“Komitmen untuk membangun kemandirian ekonomi Indonesia melalui Pembangunan Riset dan Iptek disusun dalam Rencana Induk Pembangunan dan Pengembangan Iptek Nasional untuk jangka menengah dan panjang. Rencana Induk ini akan menjelaskan pembagian peran dan tugas lembaga pendidikan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan serta dunia usaha dan industri, fokus bidang Riset dan Iptek, proyeksi capaian yang diinginkan, kebutuhan anggaran serta kebutuhan SDM Iptek,”paparnya.
Puan berharap melalui Rapat Koordinasi Nasional dihasilkan gagasan yang cemerlang dan rencana kerja yang baik guna memacu pembangunan khususnya di bidang penelitian, ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi.
Menko PMK mengakui tantangan klasik yang kerap menerpa lembaga penelitian di Indonesia adalah keterbatasan dana. Akselerasi perkembangan riset dan teknologi di Indonesia tidak sepesat di negara-negara maju yang memiliki kemampuan menyediakan dana riset yang tinggi. Untuk itu, Pemerintah berupaya mengoptimalkan riset dan teknologi dengan menggabungkan urusan riset dan teknologi dengan urusan pendidikan tinggi.
“Penggabungan itu adalah untuk memacu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. Latar belakang yang mendorong asimilasi kedua sektor tersebut adalah agar karya-karya yang dihasilkan perguruan tinggi tidak berhenti menjadi arsip saja, namun diharapkan dapat menjadi solusi konkrit untuk menjawab permasalahan masyarakat melalui jalur implementasi,” ucapnya.
Puan menyebutkan pengembangan Iptek akan maksimal bila melibatkan tiga komponen terkait (triple helix) yaitu akademisi, pelaku usaha dan pemerintah. Akademisi termasuk peneliti merupakan aktor dalam pengembangan Iptek dan motor penggerak ekonomi berbasis pengetahuan. Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam pengembangan dan penguasaan Iptek serta penciptaan pasar. Sementara pelaku usaha dan industri berperan sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi nasional.
“Sinergi tiga komponen dapat berjalan optimal apabila setiap komponen memiliki paradigma yang sama dalam membangun Indonesia yang berdikari di bidang ekonomi,” ujar Puan.
Puan menambahkan, pembangunan Science and Techno Park (STP) merupakan salah satu model implementasi Link and Match Riset dengan pembangunan ekonomi, yang melibatkan tiga komponen terkait, yaitu Akademisi, Pelaku Usaha dan Pemerintah. Tahun 2015 ini akan dibangun sebanyak 65 STP dan tahun 2016 akan dibangun sebanyak 35 STP.
STP tersebut dibangun di daerah-daerah untuk meningkatkan daya saing dan perekonomian masyarakat berbasiskan potensi sumber daya lokal di setiap daerah itu.
“Karena itu, kita menekankan bahwa salah satu tolok ukur dalam menilai keberhasilan STP adalah besarnya peningkatan perekonomian daerah yang dipicu oleh hasil-hasil riset maupun produk dari masing-masing STP,” tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.