TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Kinerja belum terukur, integritas, memperjuangkan kepentingan masyarakat dan semangat pemberantasan korupsi belum teruji, DPR sudah minta ini dan itu."

Demikian dikatakan Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Tribunnews.com, Kamis (20/8/2015), menanggapi rencana DPR menganggarkan 7 mega proyek.

ICW mempertanyakan sisi kebutuhan 7 mega proyek itu, apakah benar-benar untuk menunjang kerja para wakil rakyat di parlemen?

Apalagi, sarana dan prasarana DPR sejauh ini masih bisa dioptimalkan.

Ditambah lagi, menurut Firdaus, usulan 7 mega proyek DPR itu sendiri tidak melalui mekanisme wajar yakni harusnya melalui sistem perencanaan dan penganggaran yang dilakukan secara transparan, efisien, dan akuntabel.

"DPR juga tidak memberikan penjelasan pada publik tentang urgensi pembangunan 7 mega proyek itu. Dan 7 mega proyek DPR itu ditujukan untuk kepentingan publik, apa. Kalau dijelaskan untuk memperlancar kinerja anggota dewan dalam memperjuangkan aspirasi rakyat, maka tentu publik bisa menerima," ungkap Firdaus.

Jauh dari itu semua, ICW masih belum melihat keterdesakan kebutuhan pembangunan 7 mega proyek tersebut untuk menunjang fungsi dan peran DPR memperjuangkan aspirasi publik.

"Kinerja belum terukur, integritas belum teruji, mewujudkan janji-janji kepada masyarakat saat Pileg belum terlihat, sudah minta ini, itu. Kita masih ragukan itu. Di tengah ekonomi yang melemah, 7 mega proyek DPR ini dapat membuat DPR dinilai memikirkan diri sendiri dan tidak sensitif terhadap kepentingan masyarakat," tegasnya.

"Ini seolah ingin minta mengembalikan kerugian waktu Pileg. Belum sempat bekerja sudah minta. Proses pengganggaran juga belum ditempuh. Jadi 7 Mega Proyek DPR itu bisa dikesampingkan," Firdaus menambahkan.