Jaksa Agung: Silakan PT VSI Ajukan Gugatan Praperadilan
Ia juga menambahkan pihaknya akan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kasus tersebut
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung HM Prasetyo meminta PT Victoria Securities Indonesia (VSI) mengajukan gugatan praperadilan menyusul kasus salah geledah yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus pimpinan Sarjono Turin.
"Silahkan gugat di praperadilan," ujar HM Prasetyo usai melakukan pertemuan tertutup selama satu jam bersama Pimpinan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Ia juga menambahkan pihaknya akan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kasus tersebut.
Sementara mengenai pemanggilan oleh DPR, Jaksa Agung melihat tidak ada intervensi dari parlemen. Ia menjelaskan DPR adalah wakil rakyat sehingga masyarakat dapat menyampaikan informasi.
"Bisa saja memberikan masukan. Kan bisa juga wartawan kalau mau," katanya.
Lebih jauh HM Prasetyo menjelaskan kasus salah geledah juga nantinya akan dibahas bersama Komisi II DPR.
"Itu nanti dibahas di dalam rapat kerja dengan Komisi III. Tidak ada bahas. Enggak ada, semua benar. Benarlah," katanya.
Untuk diketahui, pihak PT Victoria Securities Indonesia mengadukan penyidik Kejaksaan Agung yang dipimpin Sarjono Turin ke DPR.
Pengaduan dilakukan menyusul dugaan salah geledah yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus terkait kasus pembelian aset BTN melalui BPPN.
Namun belakangan pihak Kejaksaan Agung menanggapi tudingan salah geledah tersebut sudah sesuai prosedur.
Bahkan korps adhyaksa menilai pihak Victoria Securities Indonesia berbohong dengan menyebut bahwa penggeledahan yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus salah alamat.
Perkara ini bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adistra Utama meminjam Rp 469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990.
Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.
Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang PT AU. PT Victoria Sekuritas Indonesia membeli aset itu dengan harga Rp 26 miliar.
Seiring waktu, PT AU ingin menebus aset tersebut dengan nilai Rp 26 miliar. Tapi, PT VSI menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu.
Tahun 2012, PT AU kemudian melaporkan PT VSI ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset itu. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.