Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Hak Tagih BPPN, Kejagung Pastikan akan Periksa Lagi Eks Kepala BPPN

Sarjono mengatakan sebenarnya Syafruddin sudah diperiksa oleh penyidik di Kejaksaan Agung terkait kasus VSIC

Penulis: Glery Lazuardi
zoom-in Kasus Hak Tagih BPPN, Kejagung Pastikan akan Periksa Lagi Eks Kepala BPPN
Tribunnews.com/Willy Widianto
Surat laporan PT Victoria Sekuritas Indonesia yang akan mengadukan perlakuan Kejaksaan Agung yang salah menggeledah perusahaan itu. Aduan akan dilakukan ke DPR 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Tumenggung rencananya akan menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih atau pengalihan piutang (Cessie) pada BPPN yang menyeret PT Victoria Securities International Corporation (VSIC).

"Syafruddin bisa diperiksa lagi,"kata Kepala Sub Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejagung, Sarjono Turin kepada wartawan, Rabu (26/8/2015).

Sarjono mengatakan sebenarnya Syafruddin sudah diperiksa oleh penyidik di Kejaksaan Agung terkait kasus VSIC.

"Sudah (diperiksa-red) satu kali,"singkat Turin tanpa merinci kapan pemeriksaan pertama tersebut.

Untuk diketahui, perkara dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adyaesta Ciptatama meminjam sekitar Rp266 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990.

Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukkan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.

Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang Adyaesta. Victoria Securities International Corporation (VSIC) kemudian membeli aset itu dengan harga Rp 32 miliar.

BERITA TERKAIT

Seiring waktu, pihak Adyaesta ingin menebus aset tersebut, namun, VSIC menyodorkan nilai Rp2,1 triliun atas aset itu. Pasalnya, nilai utang tersebut setelah dikalkulasi dengan jumlah bunga dan denda, saat ini sudah bernilai Rp3,1 triliun.

Pada 2013, pihak Adyaesta melalui kuasa hukumnya Jhonson Panjaitan kemudian melaporkan VSIC ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset yang dinilai merugikan negara.

Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

Pengamat Ekonomi Politik dari Center of Budget Analysis, Ucok Sky Khadafi, menilai, jika melihat asal muasal permasalahannya, sejak awal seharusnya pihak Adyaesta yang merasa dirugikan mengadu ke OJK, bukan ke Kejagung karena yang berwenang dalam persoalan yang dituduhkan ini adalah OJK.

“Tapi disinyalir tidak berani mengadu ke OJK karena kan ini penyebabnya cuma Adyaesta yang mau ‘buy back’, VSIC sudah setuju untuk jual, tapi dengan harga Rp2,1 triliun. Sementara Adyaesta mau nya Rp32 miliar. Kemudian disitulah mulai kasus ini terjadi. Intinya, Kejaksaan itu kalau melakukan penyelidikan atau penggeledahan terhadap perbankan atau jasa keuangan, harus kerja sama dengan OJK,” kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas