Jaksa Agung Minta Pasal Penghinaan Presiden Tetap Dipertahankan
RUU tersebut menjadi bahasan saat Jaksa Agung melakukan rapat kerja dengan Komisi Bidang hukum tersebut.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo memberikan masukan mengenai RUU KUHP kepada Komisi III DPR. RUU tersebut menjadi bahasan saat Jaksa Agung melakukan rapat kerja dengan Komisi Bidang hukum tersebut.
Salah satu pasal yang disoroti Prasetyo yakni pasal larangan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Ia menilai pasal tersebut dapat dipertahankan.
"Kami berpendapat pasal penghinaan ini tetap dipertahankan, dengan catatan delik tersebut dijadikan delik aduan,” kata Prasetyo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Aturan terkait larangan penghinaan terhadap presiden telah diajukan pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemudian diajukan kembali dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dalam Pasal 263 RUU KUHP ayat 1 yang disiapkan pemerintah disebutkan bahwa "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Kemudian ayat selanjutnya ditambahkan, "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri"
Prasetyo mengatakan dalam pasal tersebut harus dilakukan penyesuaian agar tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, MK telah membatalkan pasal penghinaan tersebut di putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Menurut Wakil Jaksa Agung Andi Nirwanto, pasal tersebut tetap harus diatur dalam KUHP agar ada kesetaraan hukum. hal itu dikarenakan ada pasal lain yang mengatur mengenai larangan penghinaan terhadap kepala negara lain. Pasal tersebut tidak dibatalkan oleh MK.
“Kalau ada UU yang mengatur perlindungan terhadap kepala negara dan wakil negara asing dari penghinaan, harusnya untuk kepala dan wakil kepala negara sendiri juga ada,” ujar Andi.