Jaringan Paralegal Sebut Anggaran Desa Rawan Disimpangkan
Abdul Hamim Jauzie mengatakan, ada pergeseran paradigmatik atas cara pandang negara terhadap konsep pembangunan desa
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca-disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, publik memberikan apresiasi sangat besar terhadap UU Desa tersebut.
Menurut Direktur Jaringan Paralegal Indonesia, Abdul Hamim Jauzie, ada pergeseran paradigmatik atas cara pandang negara terhadap konsep pembangunan desa, yang semula dipasung oleh ideologi developmentalisme, kemudian bergeser ke orientasi pemberdayaan berbasis desa.
Semangat inilah yang dianggap sebagai kekuatan sentral dalam membangun kekuatan desa kedepan, dan untuk mewujudkan pemberdayaan berbasis desa, negara telah berkomitmen menyokong anggaran pendanaan yang cukup besar.
Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pendapatan desa yang bersumber dari APBN 2015 kurang lebih Rp. 61,1 Triliun, dengan rincian alokasi dana desa kurang lebih Rp 40,4 Triliun (10 persen DAU + DBH-DAK), dan alokasi dari APBN (dana desa : Rp 20,7 Triliun).
Namun menurut Hamim yang juga pendiri LBH Keadilan Tangerang Selatan ini, besarnya sokongan anggaran dari negara itu, telah menimbulkan kekhawatiran publik akan terjadi penyalahgunaan anggaran apabila tidak dilengkapi dengan system control yang kuat dan partisipasi publik yang luas.
"Kekhawatiran publik ini wajar, karena walau paradigma UU Desa telah berubah ke konsep pemberdayaan, tapi jika mindset pengelola anggaran itu tidak ikut berubah, tidak menutup kemungkinan yang dikhawatirkan publik itu menjadi kenyataan," ujarnya dalam diskusi di Hotel Sofyan Betawi, Jakarta, Jumat (11/9/2015).
Apalagi selama ini menurut catatan pihaknya, sudah puluhan kepala daerah yang dicokok KPK lantaran penyimpangan anggaran itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.