Ada Apa Dibalik Pertemuan Setya Novanto-Donald Trump serta Bisnis Harry Tanoe-Trump ?
KPK,Polri harus proaktif menyelidiki kemungkinan terjadi KKN dalam bentuk gratifikasi, sebagai dampak pertemuan Setya Novanto-Donald Trump
Editor: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jaksa Agung dan Kapolri, harus proaktif menyelidiki kemungkinan terjadi korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) dalam bentuk gratifikasi, sebagai dampak pertemuan Pimpinan DPR-RI, Setya Novanto dkk dengan Donald Trump, Capres AS, dari Partai Republik.
Sebagaimana diketahui bersama, beberapa waktu yang lalu Setya Novanto, Fadli Zon dkk, selaku pimpinan DPR-RI menghadiri Konferensi Dunia IV Pimpinan Parlemen di New York, AS, pada tanggal 31 Agustus - tanggal 2 September 2015.
Usai menghadiri acara konferensi tersebut, Setya Novanto dkk menghadiri acara jumpa pers kampanye politik bakal Calon Presiden Amerika Serikat, dari Partai Republik, Donald Trump pada Kamis pekan lalu di New York, Amerika Serikat.
Persoalan kehadiran Setya Novanto dkk selaku Pimpinan DPR-RI dalam acara jumpa pers Donald Trump, Capres AS dari Partai Republik itu kemudian menjadi berita yang sangat menarik.
Bukan saja karena hal itu dinilai sebagai telah melanggar Kode Etik DPR-RI, tetapi kehadiran Setya Novanto dkk memunculkan dugaan KKN atau setidak-setidaknya ada kaitannya dengan Hary Tanoesodibijo, pemilik MNC Group yang dikabarkan sedang berkongsi dengan Donald Trumph untuk membangun resort dan disney land termegah di Lido, Bogor.
Apabila kita mencermati peran dan posisi politik ketiga pihak yang terkait dengan kehadiran Setya Novanto dkk dalam jumpa pers Donald Trump, terdapat beberapa fakta sosial yang mengungkap adanya korelasi kearah hubungan yang bersifat bisnis, kekuasaan, kewenangan dan jabatan selaku Penyelenggara negara yang dari segi etika politik dan hukum bisa menimbulkan implikasi hukum baik dari segi pelanggaran Etika maupun dari segi pelanggaran Hukum.
Dari segi pelanggaran Etika sebagai Anggota DPR dan Pimpinan DPR-RI, dugaan pelanggara Etika dan implikasinya sedang diproses oleh MKD-DPR-RI.
Sementara dari segi dugaan pelanggaran hukum belum disentuh, bahkan belum dipersoalkan. Padahal terdapat fakta-fakta sosial yang berpotensi menjadi fakta hukum guna mengungkap kemungkinan terjadi KKN terkait hubungan segitiga antara Hary Tanoesoedibijo, Donald Trump dan Setya Novanto.
Fakta-fakta sosial yang dapat membuka tabir hubungan yang bernuansa KKN adalah sebagai berikut:
a. Antara Hary Tanoesoedibijo, selaku pengusaha dan pemilik MNC Group dan Donald Trump, pengusaha dan pemilik Trump Hotel Collection terdapat hubungan kerja sama bisnis untuk mengelola resor seluas 3000 hektare di kawasan Lido, Bogor, Jawa Barat.
b. Setya Novanto selain sebagai Penyelenggara Negara dengan kekuasaan, wewenang dan jabatan sebagai Ketua DPR-RI, maka ia juga adalah seorang pengusaha papan atas Indonesia yang dalam pertemuan dengan Donald Trump di New York dikenalkan sebagai orang kuat dan hebat dari Indonesial.
c. Hary Tanoesoedibijo, disebut-sebut sebagai orang yang menfasilitasi pertemuan antara Donald Trump dengan Setya Novanto dkk. dalam jumpa pers politik Donald Trump, Capres AS dari Partai Republik.
d. Hary Tanoesoedibijo dan Setya Novanto memiliki profesi yang sama yaitu sama-sama pengusaha dan sama-sama merupakan pimpinan Partai Politik, bahkan berada dalam satu Koalisi yaitu Koalisi Merah Putih/KMP.
Dari fakta-fakta sebagaimana diungkapkan di atas, kalau kita menarik garis hubungan dengan persoalan Gratifikasi, maka disinilah sebentuknya terkandung garis tegas yang diharamkan dari hubungan segitiga antara Setya Novanto dkk di satu pihak selaku Penyelenggara Negara dengan Hary Tanoesoedibijo dengan Donald Trump di pihak lain sebagai seorang pengusaha.
Apalagi pada saat yang bersamaan terdapat hubungan bisnis antara Hary Tanoesoedibijo dari MNC Group dengan Donald Trump dari Trump Hotel Collection untuk membangun dan mengelola resor seluas 3000 hektare di Lido, Bogor, Jawa Barat.
Di dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2001,Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat beberapa ketentuan qpasal pidana yang mengancam dengan pidana penjara mulai dari 1 (satu) tahun penjara sampai dengan 20 (dua puluh) tahun penjara dan denda, bagi setiap orang. Sebagai contoh dapat kita baca ketentuan pasal 5 yang menyatakan bahwa setiap orang yang :
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tsebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, atau
b. Memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan keajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
c. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana di aksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Juga dalam pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disitu disebutkan bahwa : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit.......dstnya, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut perkiraan orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Jika kita menghubungkan fakta-fakta sosial yang ada dengan peristiwa hukum dan perbuatan hukum yang terjadi diantara tiga pihak diatas, terdapat fakta bahwa ada peristiwa hukum dimana antara Donald Trump melalui Trump Hotel Collection dan MNC Group telah terjadi kerja sama yang kesepakatannya sudah ditandatangani pada tanggal 19 Agustus 2015 yang lalu.
Maka baik Hary Tanoesoedibijo maupun Setya Novanto dkk seharusnya mengetahui atau patut menduga peran Hary Tanoesoedibijo yang memfasilitasi atau menjanjikan suatu pertemuan dengan Donald Trump merupakan sesuatu yang diberikan atau diterima terkait dengan kedudukan, kekuasaan dan kewenangan yang menyangkut jabatan Setya Novanto dkk selaku Pimpinan DPR-RI, sebuah Lembaga Negara yang pada saat ini memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat strategis dan luar biasa besarnya bahkan sangat centralistik.
Karena itu MKD DPR-RI tidak boleh hanya mendorong agar terhadap Setya Novanto dkk cukup diproses melalui MKD guna menyelidiki dan memberi sanksi administratif karena melanggar Kode Etik.
Akan tetapi juga DPR harus mendorong KPK, JAKSA AGUNG RI dan KAPOLRI untuk menyelidiki kemungkinan terjadi KKN dalam hubungan dengan peran Hary Tanoesoedibijo yang memfasilitasi pertemuan Setya Novanto dkk dengan Donald Trump dalam jumpa pers kampanye politik di New York, karena fsilitas yang diberikan Hary Tanoesoedibijo tidak terlepas dari kekuasaan dan wewenang Setya Novanto dkk selaku Pimpinan DPR-RI yang saat ini memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat strategis, sehingba rawan KKN.
Ditulis oleh Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.