Boyamin Saiman Merasa Tertipu Sehingga Antasari Azhar Dipenjara
Boyamin mengaku tertipu sehingga Antasari divonis bersalah pada kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mata Boyamin Saiman, pengacara, berkaca-kaca saat mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, menyatakan tekadnya untuk tidak menyimpan dendam kepada orang-orang yang membuatnya dipenjara.
Boyamin mengaku tertipu sehingga Antasari divonis bersalah pada kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Pernyataan Antasari itu disampaikan pada obrolan dengan para wartawan di kantor notaris Handoko Halim di Kota Tangerang, Banten, Rabu (16/9/2015) siang. Awalnya, Antasari berbicara tentang proses asimilasinya hingga bisa bekerja di luar penjara.
Setelah itu, Antasari berbicara tentang latar belakang dirinya dituduh mendalangi pembunuhan Nasrudin.
"Anda belum tahu sejarahnya saya masuk penjara gara-gara siapa?" katanya. "Gara-gara dia, kan," kata Antasari sambil melihat ke Boyamin yang duduk di sebelahnya.
"Kenapa Boyamin jadi lawyer saya? Karena dia orang pertama yang menyuarakan keterlibatan pejabat negara, inisialnya ini, ini," beber Antasari.
Tak lama setelah kasus penembakan Nasrudin, Boyamin mendapat informasi dari sejumlah orang yang mengaku punya isi SMS atau pesan singkat dari ponsel Antasari ke Nasrudin. Boyamin pun menyelidiki hal tersebut. Namun, pada saat yang sama, isu bahwa Antasari terlibat pembunuhan Nasrudin sudah ramai di media massa.
Antasari mengaku, saat itu ia bingung karena namanya disebut-sebut terlibat dengan kasus pembunuhan Nasrudin.
"Sampai sekarang, ternyata SMS-nya enggak ada. Dia (Boyamin) merasa tertipu, makanya dia berbalik bantu saya," tutur Antasari.
Boyamin mengiyakan perkataan Antasari. Dia mengaku terpancing informasi adanya pesan singkat bernada ancaman dari Antasari ke Nasrudin. Belakangan, Bonyamin menyadari kalau dirinya tertipu.
"Saya ini pelakunya," ujar Boyamin sembari tertawa kecil sehingga suasana mencair. Setelah menyadari dirinya tertipu, Boyamin berkomitmen membela Antasari.
Tidak Dendam
Antasari kemudian kembali berbicara sehingga suasana menjadi serius dan hening untuk sesaat.
"Yang buka kontribusi saya masuk penjara ya (Boyamin) ini. Belum jelas kebenarannya, sudah ngomong. Wartawan langsung catat, bergulirlah berita. Muncul foto saya di koran," kata Antasari. "Sakit. Jujur, saya sakit," imbuhnya. Para wartawan pun terdiam.
Antasari lalu mengatakan, semuanya sudah menjadi masa lalu dan dia sudah melupakan semua hal yang menyakitkan tersebut.
"Tetapi, ya sudahlah. Itu masa lalu. Yang penting, saya sudah menjalani, segala macam proses sudah saya lewati. Mulai seminggu yang lalu, saya sudah lupakan semuanya dan saya tidak dendam pada siapapun. Saya tidak dendam pada siapapun yang membuat saya seperti ini. Saya maafin semua. Yang penting bagi saya ke depan, saya mau menjalani kehidupan baru, kalau saya sudah keluar nanti," kata Antasari.
Para wartawan pun terdiam. Sedangkan Boyamin, matanya berkaca-kaca meski tak sampai menangis.
"Buat apa saya dendam, akan membuat saya capek, sakit. Biarlah. Kita kan punya Tuhan. Itu sikap saya. Jangan ada di luar sana yang ketakutan kepada saya. Saya enggak punya kewenangan. Saya tidak punya rasa dendam, sudah saya maafin semua," imbuh Antasari.
Boyamin sempat diperiksa di Polda Metro Jaya sebagai saksi kasus dugaan keterangan palsu yang berujung kepada kriminalisasi Antasari. Keterangan palsu yang dimaksud adalah pesan singkat berisi ancaman pembunuhan dari Antasari kepada Nasrudin. Pihak yang dilaporkan Antasari atas dugaan memberikan keterangan palsu adalah Jeffry Lumempouw dan Etza Imelda Fitri Mumu. Keduanya mengaku sebagai kawan Nasrudin dan pernah melihat pesan singkat bernada teror yang dikirimkan Antasari kepada Nasrudin.
Pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen terjadi 14 Maret 2009. Adik almarhum, Andi Syamsuddin Iskandar, pernah mengatakan, sekitar 16 jam sejak penembakan yang menimpa kakaknya, polisi menyatakan bahwa motif penembakan kakaknya adalah cinta segi tiga. Nasrudin dan Antasari, disebut-sebut bersaing memperebutkan Rani Juliani, mantan caddy di sebuah lapangan gol yang kemudian diperistri Nasrudin.
Andi juga pernah menyatakan, saat menunggui jenazah kakaknya di rumah sakit, ia didatangi dua orang yang mengaku kawan Nasrudin. Keduanya mengaku sebagai Jeffrey Lumampouw dan Etza Imelda Fitri dan menunjukkan SMS ancaman dari Antasari kepada Nasrudin.
Andi termasuk pihak yang tak percaya teori bahwa kakaknya dihabisi gara-gara cinta segitiga. Andi justru mengira, pembunuhan tersebut terkait kasus korupsi PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang pernah dilaporkan Nasrudin. RNI merupakan sebuah BUMN yang menjadi induk PT Rajawali Putra Banjaran.
Namun polisi tetap menggunakan teori cinta segitiga pada pengusutan kasus pembunuhan Nasrudin. Polisi berturut-turut menangkap para pelaku lapangan, serta Kombes Wiliardi Wizar dan pengusaha Sigit Haryo Wibisono yang didakwa membantu perencanaan pembunuhan. Puncaknya adalah penahanan Antasari Azhar yang disangka sebagai aktor intelektual pada pembunuhan Nasrudin.
Pada 11 Februari 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 18 tahun penjara bagi Antasari yang dianggap terbukti mendalangi pembunuhan Nasrudin. Boyamin membantu Antasari melakukan berbagai upaya hukum sampai Mahkamah Agung. Dia juga beranggapan bahwa Antasari dikriminalisasi karena sepak terjangnya sebagai Ketua KPK.
Namun MA bergeming dan Antasari tetap dinyatakan bersalah dan harus menjalani hukuman 18 tahun. Setelah Jokowi menjadi Presiden, Boyamin dan Antasari mengajukan grasi. Namun langkah ini terhambat Undang-undang No 5 tahun 2010 Grasi yang menyatakan permohonan grasi diajukan paling lama satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Padahal, putusan berkekuatan hukum tetap pada perkara Antasari telah keluar 2012. Artinya, grasi yang dimintakan Antasari dari Presiden Jokowi sudah kedaluwarsa.
Digaji Rp 3 Juta
Dalam sebulan terakhir, Antasari menjalani masa pembinaan atau asimilasi. Selama masa asimilasi, dia bekerja di kantor notaris Halim Handoko di Kota Tangerang. Halim merupakan teman kuliah Antasari di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang.
Antasari bekerja di kantor antara pukul 09.00 WIB sampai 17.00 WIB selama lima hari dalam sepekan yakni Senin sampai Jumat. Setiap pagi, Antasari berangkat dari Lembaga Pemasyarakatan Dewasa ke kantor notaris yang jaraknya kurang dari 10 km. Setelah jam kerja berakhir, Antasari pun pulang ke lapas. Selama berada di luar lapas, Antasari selalu dikawal petugas lapas.
Di kantor notaris itu, Antasari digaji Rp 3 juta per bulan. Sesuai ketentuan, gaji tersebut diserahkan ke pihak lapas dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kas negara.
Antasari menganggap proses asimilasi lebih berat ketimbang menjalani hukuman di dalam lapas.
"Kalau saya kalau di dalam (lapas), ada tamu datang, saya keluar (menemui tamu) tanpa beban," katanya.
Sementara di luar lapas Antasari bisa dituduh melakukan perbuatan yang melanggar peraturan asimilasi.
"Di sini, keluar maksudnya baik, misalnya mau kontrol ke dokter, lalu wartawan lihat, nanti negative thinking, 'Antasari berkeliaran'," katanya.
Antasari menilai, proses asimilasi harus dijalani sebaik mungkin. Proses ini menjadi salah satu tahapan penilaian terhadap Antasari agar pada akhir tahun 2016 bisa kembali mendapat remisi atas pertimbangan berkelakuan baik.
"Tidak mudah menjaga hal ini. Menjaga kepercayaan itu yang berat. Kalau saya kena sanksi, istri saya juga kena, anak cucu saya kena," katanya. (Tribunnews/taf/kps)