Anggota Mahkamah Kehormatan Nilai Surat Fahri Hamzah Bentuk Intervensi
"Saya kira seperti itu (bentuk intervensi)," kata Sudding ketika dikonfirmasi, Rabu (23/9/2015).
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) Syarifudin Sudding menilai surat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebagai bentuk intervensi.
Fahri mengirim surat kepada MKD agar tidak membuka perkara Donald Trump, kepada media massa dalam bentuk dan cara apapun.
"Saya kira seperti itu (bentuk intervensi)," kata Sudding ketika dikonfirmasi, Rabu (23/9/2015).
Politikus Hanura itu menilai Pimpinan DPR tidak memiliki kewenangan meminta proses penyelidikan kepada MKD.
Ditegaskannya, Pimpinan DPR bukanlah atasan MKD.
"Itu alat kelengkapan dewan yang sama di DPR. Jadi enggak ada kewenangan mengatur. Kalau hanya sebatas koordinasi oke," ujarnya.
Ia menegaskan MKD tidak tunduk pada siapapun dan akan melakukan proses sesuai dengan aturan tata tertib. "Tetap berjalan seperti biasa," ujarnya.
Diketahui, Surat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah itu berisi:
Nomor: PW/13895/DPR RI/IX/2015
Tanggal: 17 September 2015
Sifat: Penting
Derajat: Segera
Lampiran: --
Hal: Permintaan Keterangan Kepada Sekjen DPR RI
YTH. Mahkamah Kehormatan Dewan
Jakarta
Sehubungan dengan Surat Mahkamah Kehormatan Dewan Nomor: 302/SK-MKD, tanggal 16 September 2015. Perihal Permintaan Keterangan Kepada Sekretaris Jenderal DPR RI dalam rangka Penyelidikan Perkara Tanpa Pengaduan atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik terkait kunjungan Delegasi DPR RI ke Amerika Serikat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pada prinsipnya Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memiliki kewenangan untuk memanggil pihak-pihak terkait dalam rangka penyidikan sebelum dan sesudah sidang MKD dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan memahami permintaan MKD untuk meminta keterangan kepada Sekretaris Jenderal DPR RI.
2. Dalam kaitan dengan penanganan Perkara perlu diingatkan agar proses penanganan Perkara dilaksanakan sesuai dengan tata cara pemeriksaan pelanggaran Kode Etik yang mengharuskan MKD dan Sistem pendukungnya untuk menjaga kerahasiaan proses pemeriksaan dan tidak diperkenankan dipublikasikan sampai Perkara tersebut diputus (Pasal 10 dan Pasal 15 Peraturan DPR RI Nomor 2 tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD)
Sehubungan dengan kerahasiaan proses penanganan Perkara, pimpinan meminta perhatian MKD untuk tidak membuka perkara tersebut, baik secara individu maupun secara kelembagaan MKD kepada media massa dalam bentuk dan cara apapun.
Demikian aras perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Surat tersebut ditandatangani Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Tembusan:
1 Sekretaris Jenderal DPR RI
2. Deputi Bidang Persidangan dan BKSAP
3. Karo Kesekretariatan Pimpinan