Gaduh Delik Korupsi, NasDem Jamin KPK Tetap Eksis
“Kalau mau dikhususkan kembali nanti dibuat UU KPK dan RUU Tipikor. Kan gak ada masalah itu,” ujar Taufiq.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masuknya rancangan Undang-Undang (Revisi) KUHP ke dalam prioritas pembahasan di DPR kembali ramai disikapi berbagai kalangan. Beragam konsepsi dan kritik disampaikan kepada DPR untuk melengkapi dasar pembahasan yang akan dilakukan.
Yang paling utama adalah mereka yang menggugat usulan delik korupsi dalam rancangan tersebut.
Terkait dengan hal tersebut adalah rencana kodifikasi KUHP itu sendiri. Jika KUHP menganut kodifikasi total maka seluruh aturan pidana, termasuk korupsi, ada dalam kitab tersebut.
Inilah yang menjadi salah satu kekhawatiran sebagian kalangan. Misalnya apa yang disampaikan Prof. Romli Atmasasmita.
Kodifikasi total berarti memasukkan seluruh pengaturan pidana kedalam KUHP. Prof. Romli sendiri lebih menyarankan agar revisi KUHP menganut kodifikasi parsial.
Dalam arti bahwa pengaturan pidana-pidana khusus tetap menggunakan undang-undang yang ada.
Sebagian kelompok masyarakat khawatir apabila UU Pidana Khusus seperti UU Korupsi ikut masuk dalam kodifikasi total, justru akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
Menyikapi hal tersebut, anggota Badan Legislatif DPR dari Fraksi Partai NasDem Taufiqulhadi mengimbau publik untuk tidak usah khawatir terhadap rencana masuknya delik korupsi dalam RUU KUHP.
Sebab menurutnya, tidak ada yang akan berubah karena eksistensi KPK dan UU Tipikor tetap menganut lex spesialis seperti yang selama ini dianut. Untuk memastikan itu, dia menyatakan, akan ada penambahan pasal-pasal pendukung sebagai bagian dari kanalisasi dari KUHP terhadap pasal-pasal yang berada di luar KUHP tersebut.
“Nanti akan dikanalisasi ke dalam UU Tipikor delik pidana korupsi seperti yang sekarang ini karena itu masyarakat tidak perlu khawatir. Tidak tumpang tindih karena KUHP, KPK dan TIPIKOR itu adalah pidana khusus. Nanti lex spesialis korupsi di UU khusus atau undang-undang mandiri, akan tetapi ada cantolannya di UU KUHP,” kata Taufiq dalam keterangan persnya, Minggu (27/9/2015).
Dia juga menyatakan, Fraksi NasDem siap mengawal RUU KUHP ini supaya kegelisahan masyarakat tidak terjadi.
Sebagaimana diketahui dalam konsepsi kodifikasi total yang diusulkan oleh Dirjen Perundang-unganan Kementerian Hukum dan HAM, seluruh pasal mengenai tindak pidana korupsi rencananya akan masuk ke dalam buku besar KUHP. Konsepsi inilah yang kemudian dikhawatirkan akan berkontribusi pada tercerabutnya fungsi dan kewenangan KPK ke depan.
Tidak hanya soal pidana korupsi, banyak pasal pidana khusus lainnya seperti teroris dan narkoba yang akan dimasukkan ke dalam sistem kodifikasi total sebagaimana dikritik Prof. Romli Atmasasmita. Rancangan revisi KUHP yang telah diajukan pemerintah untuk dibahas di DPR nantinya akan merangkum seluruh tindak pidana tanpa terkecuali.
Taufiq menganggap kegaduhan yang muncul antara pendukung kodifikasi total dan parsial sebenarnya tidak perlu diperluas. Semua bisa dibahas dan dimusyawarahkan dengan baik. Kekhawatiran pendukung kodifikasi total, dan begitu pula sebaliknya, bisa diselesaikan dengan cara yang baik.
“Kalau mau dikhususkan kembali nanti dibuat UU KPK dan RUU Tipikor. Kan gak ada masalah itu,” ujarnya.
Dia menegaskan, sampai saat ini terdapat kurang lebih 15 pasal mengenai korupsi di dalam KUHP. Sehingga menurutnya, delik korupsi ini bukan merupakan barang baru lagi. Ia juga membenarkan bahwa ke depannya akan banyak delik korupsi yang akan masuk dalam kategorisasi korupsi.
Dia lebih mengedepankan pentingnya pembahasan yang komprehensif baik secara filosofis maupun praktis dari rencana revisi KUHP.
“Akan banyak pasal-pasal korupsi yang akan masuk dalam RUU KUHP supaya lebih komprehensif. Bicara KUHP itu jangan setengah-setengah karena KUHP harus tetap dipakai seratus bahkan seribu tahun lagi” tuturnya.
Terkait upaya pidana korupsi yang masih dianggap luar biasa di Indonesia, mantan wartawan ini menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi sampai kapanpun akan dilaksanakan oleh perangkat penegak hukum yang ada seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK.
Ketiganya akan membentuk satu kesatuan penegak hukum yang akan menangani kasus-kasus korupsi yang berbeda dalam waktu yang sama.
Sehingga faktor kesetaraan diantara ketiganya akan tercipta. Politisi dari Jawa Tengah ini mengistilahkan hal ini dengan terciptanya Trisula Pemberantasan Korupsi.
“Selama ini kan kehendak pemberantasan korupsi masih didominasi oleh KPK, padahal kepolisian dan kejaksaan mempunyai porsi yang sama dalam memberantas korupsi. Sekarang polisi sudah mulai menangani kasus-kasus besar seperti kasus dwelling time, dan Pelindo Gate. Itu ratusan miliar loh. Sedangkan kejaksaan sedang menangani kasus Victoria Securities Indonesia yang disinyalir merugikan negara puluhan miliar. Jadi nantinya ada Trisula Pemberantasan Kosupsi," ujarnya.