Civil Society, Media dan Parpol Bisa Kampanyekan untuk Tidak Setuju Pilih Calon Tunggal
Majelis Hakim MK memutuskan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak 2015 tetap harus berlangsung di daerah yang hanya terdapat satu paslon.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak 2015 tetap harus berlangsung di daerah yang hanya terdapat satu pasangan calon.
Majelis Hakim juga berpendapat bahwa pilkada yang hanya diikuti pasangan calon tunggal, manifestasi kontestasinya lebih tepat apabila dipadankan dengan plebisit yang meminta rakyat sebagai pemilih untuk menentukan pilihannya dengan mekanisme 'setuju' atau 'tidak setuju' dengan pasangan calon tunggal tersebut.
Judicial review ini dimohonkan oleh Pakar Komunikasi Politik, Effendi Ghazali dan Yayan Sakti Suryandaru. Mereka menyoalkan syarat minimal pasangan calon dalam pilkada serentak sebagaimana termuat dalam Pasal 49 ayat (8) dan (9), Pasal 50 ayat (8) dan (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), serta Pasal 54 ayat (4), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 Tentang Pilkada.
Lalu muncul pertanyaan bagaimana KPU menyikapi putusan MK?
Menurut Effendi Ghazali, KPU tinggal mencetak kertas suara atau surat suara bergambar pasangan calon tunggal, dan di bawahnya ada 2 kolom dengan tulisan SETUJU atau TIDAK SETUJU.
Lalu siapa yang akan kampanye untuk TIDAK SETUJU?
"Ya jawabnya civil society, media, mungkin juga parpol," ujar Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI) ini ketika dikonfirmasi Tribunnews, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Menurut Effendi Ghazali, semua pemangku kepentingan pilkada sejauh pasangan calon tunggalnya memang tidak baik, tidak bersih, tidak punya visi dan misi yang baik, layak mengkampanyekan TIDAK SETUJU terhadap calon tunggal.
"Atau juga terhadap petahana yang sesungguhnya tidak berprestasi tapi hanya menang citra atau unggul berdasar survey abal-abal," imbuhnya.