Leher Arninda Jadi Tumpuan Orang Selamatkan Diri dari Tragedi Mina
Arninda Idris hanya bisa berbaring di tempat tidurnya di Hotel Nasamat Hotel. Ia korban selamat insiden Mina.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, MEKAH - Arninda Idris seorang jemaah haji asal Pontianak, Kalimantan Barat hanya bisa berbaring di tempat tidurnya di Hotel Nasamat Hotel.
Wanita berusia 26 tahun tersebut terlihat masih menggunakan penyangga leher karena belum bisa menggerakkan secara baik setelah menjadi korban insiden Mina pada 22 September 2015.
Wanita yang tergabung dalam Kloter Batam (BTH) 14 tersebut masih terkulai lemas dan membutuhkan perawatan setelah sebelumnya mendapat perawatan di Rumah Sakit King Abdullah selama kurang lebih selama tujuh hari.
Ia tidak mengingat pasti kejadian yang memakan korban lebih dari seribu orang dalam tragedi Mina. Saat kejadian ia pingsan dan tahu-tahu sudah di Rumah Sakit Mina. Saat itu leher dan kakinya tidak bisa digerakkan sehingga ia harus dirujuk ke Rumah Sakit King Abdullah untuk mendapatkan perawatan lebih intensif.
"Saya cuma terbayang saat itu ada sekumpulan orang kulit hitam mau naik ke atas tenda. Mereka melewati badan sampai ke dada saya," kata Arninda berbincang dengan wartawan sambil tangannya memegang tasbih.
Saat kejadian Arninda sudah tergeletak di jalan dan hanya mampu mengatupkan tangannya ke muka agar tak terinjak jemaah lain. Sesekali ada orang yang akan menginjak kepala, tapi tangannya reflek menarik kaki-kaki yang tidak mempedulikan orang yang diinjaknya. Bahkan ada orang yang mencoba menarik lehernya untuk dijadikan tumpuan.
"Saat itu hanya bisa terbaring dan tidak bisa bangun," ucap dia.
Semakin lama, ia merasakan orang yang duduk di badannya semakin banyak. Bahkan ada orang kulit hitam yang menarik lehernya untuk menjadikan tumpuan untuk naik ke atas tenda.
Sebetulnya di sekitar Arninda ada kakaknya Adryansyah Idris, tetapi situasi yang begitu tidak terkendali orang-orang memilih untuk menyelamatkan diri masing-masing. Kakaknya, Adryansyah, meninggal dalam peristiwa tersebut.
Kini Arninda harus beristirahat dua sampai tiga minggu karena mengalami trauma otot dan hingga saat ini belum stabil. Kini penanganan kesehatan Arninda ditangani petugas kesehatan Kloter.
Cerita lain datang dari Siska Anisa yang tergabung dalam Kloter Jakarta Bekasi (JKS) 61. Saat kejadian di Jalan 204 orang sudah begitu padat. Kemudian muncul orang-orang kulit hitam dari maktab-maktab, serta jemaah dari Timur Tengah datang melawan arus di tengah padatnya orang. Kemudian terjadi tabrakan sehingga banyak orang yang ingin keluar dari lokasi tersebut.
"Kejadiannya begitu cepat, susah buat kelur dari sana, bahkan untuk bernafas pun sulit," ucap Siska.
Di tengah suasana ricuh, orang-orang kulit hitam lebih agresif saat banyak orang kulit hitam tumbang lebih dahulu. Begitu cepatnya peristiwa tersebut, sudah banyak orang yang bergelimpangan di jalan dan sudah saling bertumpukan. Sulit bagi Siska mencapai pagar karena tumpukan orang yang bergelimpangan sudah cukup tinggi.
Semua orang saling berebut mencapai pagar untuk mendapatkan udara segar. Tetapi perjuangannya luar biasa untuk mencapai pagar, bahkan banyak orang yang berusaha untuk sampai pagar terpaksa menginjak badan orang di bawahnya tak peduli keadaannya.
Beruntung ada orang kulit hitam yang membantu Siska setelah kakinya menjadi tumpuan untuknya menaiki pagar sampai selamat. Ia disiram es batu. Bersyukur begitu mudahnya Siska mendapatkan es batu dari orang-orang yang berada di tenda di sekitar jalan 204. Ia sempat berpisah dengan suaminya Irfan Firdaus sampai akhirnya mereka bisa kembali bersatu setelah beberapa jam terpisah.
Namun dua kakak dan dua adiknya menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Ia yakin kakak iparnya Ima Rusmawati menjadi korban dalam kejadian tersebut, karena dirinya masih sempat bertemu. "Kakak ipar saya sudah dipukul-pukul tidak ada respon apa," ucap dia.
Sebelumnya, kakak ipar dan Siska sama-sama akan menyelamatkan diri menaiki pagar, tetapi Ima jatuh dan posisi kepala di bawah tertimpa jemaah berkulit hitam. "Banyak orang yang menarik-narik saat kita naik karena mereka ingin diselamatkan," cerita dia.
Empat anggota keluarga Siska diyakini korban insiden Mina di antaranya Atang Gumawang, Ima Rusmawati, Ira Kusmira, dan Dikdik Muhammad Tasdik. Hingga kini baru Atang Gumawang yang masuk daftar korban meninggal dunia berdasarkan rilis yang dikeluarkan Kementerian Agama RI.
Siska bersama suaminya berupaya mencari anggota keluarganya yang belum jelas keberadaannya. Siska yakin Ima dibawa pemerintah Arab Saudi terakhir kali, sementara saat ini masih ada empat kontainer jenazah yang belum dibuka dan dirilis pihak Arab Saudi.
Irfan dan Siska meski sudah tahu kakaknya Atang korban meninggal dunia dalam tragedi Mina tapi hingga kini belum bisa melihat jenazahnya. Siska berharap ke Madinah untuk menjalankan salat Arbain, dapat menemukan dan melihat langsung jenazah saudara-saudaranya. "Biar ibadah pun bisa tenang," ucap Siska.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.