Pasal Kretek di RUU Kebudayaan dan RUU Tembakau untuk Kepentingan Siapa?
Masuknya ayat rokok kretek tradisional ke dalam draf RUU Kebudayaan di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menuai kontroversi.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sugiyarto
* Jawaban Firman Subagyo Soal Tuduhan Titipan di Balik Pasal Kretek dan RUU Pertembakauan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Masuknya ayat rokok kretek tradisional ke dalam draf RUU Kebudayaan di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menuai kontroversi.
Belum selesai, kini Baleg terus mematangkan dan menyelesaikan pembuatan draf RUU Pertembakauan.
Wakil Ketua Baleg, Firman Subagyo menyebut perlunya pasal kretek di RUU Kebudayaan dan RUU Pertembakauan karena secara tidak langsung berkaitan dengan kepentingan keberlangsung hidup petani, pelaku industri dan pekerja tembakau.
"Begini, sekarang Indonesia sudah dalam kondisi terpuruk. Sekarang sudah banyak PHK di mana. Kalau industri seperti tembakau yang beri dampak positif terhadap kehidupan para petani dan industri tembakau berkembang dengan banyak karyawannya itu dimatikan, mereka mau hidup dari mana?," kata Firman di ruang rapat Baleg, Gedung DPR, Jakarta.
"Anda mungkin anak kota, aku anak desa yang saudaranya di kampung semua yang tadinya petani lahan tembakau tapi dikonversi jadi lahan tebu. Dan sekarang dengan kebijakan pemerintah sendiri, tebunya dihantam dengan impor. Akhirnya, mereka koleps juga, miskin juga. Ini yang DPR tidak inginkan," sambungnya.
Firman mengakui dirinya orang pertama yang mengusulkan agar kretek tradisional dimasukkan ke dalam draf RUU Kebudayaan sebagaimana Pasal 37.
Itu dilakukan setelah ia mendapat masukan budayawan bahwa kretek tradisional bagian warisan budaya Indonesia.
Sebab, dimungkinkan kretek diklaim negara atau perusahaan asing. Apalagi, mengingat saat ini Indonesia dihadapkan pada globalisasi ekonomi dan ada potensi monopoli terselubung lewat perjanjian internasional seperti dialami bidang kelapa sawit.
Ia membantah dirinya melakukan penyelundupan pasal tersebut. Sebab, usulannya telah diajukan, dibahas dan disetujui saat rapat Baleg bersama panitia kerja (panja) Komisi X.
Ia menyebut orang yang menuduhnya melakukan penyelundupan pasal itu adalah anggota DPR yang bolos saat rapat dilakukan.
Firman pun memastikan penggodokan draf RUU Pertembakauan terus dilanjutkan kendati pasal kretek di RUU Kebudayaan saja telah menuai pro kontra di masyarakat.
"Nggak ada pengaruh, itu tetap jalan terus. Saya tanya, kalau petani-petani tembakau itu kelaparan, apa Anda atau perusahaan Anda mau kasih makan mereka," kata dia.
Firman mengaku tak mempunyai maksud lain dengan vokalnya menggaungkan perlunya pasal kretek dimasukkan ke draf RUU Kebudayaan dan RUU Pertembakaun ini.
Apalagi, tuduhan mempunyai motif terselubung seperti mendapat 'titipan' korporasi perusahaan rokok.
Terkait RUU Pertembakauan, Firman mengaku secara pribadi menginginkan kran impor tembakau dibatas hanya 10 persen dari sebelumnya 20 persen. Namun, ada asosiasi tembakau yang menolak.
Ia mempersilakan anggota DPR atau pun elemen masyarakat yang menduga ada titipan di balik RUU Pertembakauan itu untuk mengikuti proses rapat pembahasan legislasi tersebut di ruang rapat Baleg.
Ia pun menantang balik pihak yang menuduhnya untuk membuka tabir pihak yang menitipkan kepadanya maupun anggota Baleg lainnya terkait legislasi tembakau ini.
"Siapa yang titipkan kepada kami. Kalau nggak tahu, jangan tanya. Jangan menuduh. kalau menuduh, Anda bisa kami su. Itu nggak boleh, nggak ada titip-menitip. Anda jangan terbawa alur pikiran orang nggak benar," kata Firman dengan suara meninggi.
"Dokter Kartono saja mengatakan, (mengubah) kehidupan petani tembakau tidak semudah membalikkan tangan. (Misal) saya ingin jadi dokter, tapi kan nggak bisa bangun tidur tiba-tiba jadi dokter. Bisanya dokter-dokteran," sambungnya.
Ia mengaku dapat memahami dan menghormati adanya penolakan pasal kretek di RUU Kebudayaan dan RUU Pertembakauan, seperti dari aktivis hingga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang concern terhadap kesehatan.
Namun, ia pun balik mengkritisi mahasiswa yang concern terhadap kesehatan justru tak vokal terhadap dampak asap pekat dari kebakaran hutan yang tengah terjadi di Indonesia.
"Jadi, kami dari DPR memberi 'karpet merah' kepada siapapun, termasuk mahasiswa kesehatan yang memberi masukan. Tapi, jangan sampai soal kesehatan mengatur tembakau, tembakau mengatur kesehatan. Kalau begitu, buat undang-undang rancu begitu, namanya DPR gembleng (gila)," katanya.
Ia juga meminta media massa dapat memberikan pemberitaan secara objektif dan tidak tendensius dan tidak menyudutkan anggota DPR terkait pembuatan regulasi tentang pasal kretek dan tembakau ini.
Bahkan, ia menduga ada 'udang di balik batu' dengan adanya media massa yang memberitakan secara kritis tentang regulasi ini.
"Kalau kita mau bicara, ayo kita buka-bukaan aja. Ada media yang bicara begini begitu. Tapi ternyata masang iklan di tempatnya. Bukan (pasang iklan) perusahaan tembakau, cara lain dong," katanya.
Ia mengaku tak gentar meski mendapatkan banyak kritik dan penolakan atas adanya pasal kretek di RUU Kebudayaan dan RUU Pertembakau.
"Kalau saya sih selama itu benar, saya sih lillahitaallah aja melangkah. Kita sudah biasa perang urat syaraf begini. Saya ini sudah berpolitik 30 tahun. Tapi, semakin DPR ditekan dengan orang-orang antikemapanan mundur, hancurlah negara ini," ujarnya.
Firman Subagyo merupakan politisi Partai Golkar kelahiran Pati, Jawa Tengah (Jateng), 2 April 1953.
Ia pernah menjadi anggota MPR pada 1997-1999 dan dua periode menjadi anggota DPR (2009-2014 dan 2014-2019) dari Dapil Jateng III dengan konstituen berasal dari Pati, Blora, Grobogan dan Rembang.
Ia pernah menjadi Komisaris Utama PT Marlina Paluansa Line, Jakarta pada 2004 hingga 2013.
Ketua DPP Partai Golkar bidang Pemilu periode 2010-2015 ini juga pernah menjabat Vice President Direktur Lembaga Pusat Pengembangan UKM, kerjasama Kadin Indonesia, BRI dan PT Telkom.
Selain Wakil Ketua Baleg, kini Firman juga anggota Komisi IV DPR yang membidangi pertanian, perkebunan, lingkungan hidup dan kehutanan, kelautan, perikanan serta pangan.
Firman akui dirinya vokal meladeni pihak-pihak yang menolak regulasi tentang tembakau dan membela petani tembakau ini tak terlepas karena latar belakang keluarganya petani tembakau.
Ayahnya yang kepala desa dan ibu rumah tangga merupakan petani tembakau.
Saat ini, seluruh lahan tembakau ayahnya yang telah dikonversi menjadi lahan tebu terpaksa gulung tikar lantaran tergerus tembakau produk impor.
"Saya bisa sekolah dan jadi seperti ini karena dulu bapak saya seorang petani tembakau. Dulunya saya tidur di atas tembakau Sekarang sudah nggak," aku Firman seraya mengaku telah berhenti merokok.
Ia pun membantah mempunyai perusahaan rokok atau pengelola tembakau sehingga vokal terhadap regulasi tembakau. Meski
Sebelum mengakhiri wawancara, Firman meyakinkan bahwa dirinya bersama anggota DPR lainnya selaku Wakil Rakyat tidak bertujuan untuk mematikan rakyatnya dalam pembuatan undang-undang.
Namun, negeri ini juga tidak bisa dibangun tanpa peran industri atau swasta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.