Istri SDA Dapat Gaji Rp 56 Juta Jadi Pendamping Haji
Ermalena orang dekat SDA serta Stafsus Menag juga mendorong agar dirinya memproses surat dari Saefuddin.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Istri mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, Wardatul Asriah Indah disebut mendapatkan gaji sebesar Rp 56 juta sebagai pendamping haji.
Hal itu diungkapkan bekas Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama (Kemag) Ahmad Kartono saat bersaksi untuk SDA di Pengadilan Tindak Pinda Korupsi Jakarta, Jumat (16/10/2015).
Selain Sekjen Kementerian Agama dari Kepala Bagian Tata Usaha Saefuddin A Syafi'i , Ermalena orang dekat SDA serta Stafsus Menag juga mendorong agar dirinya memproses surat dari Saefuddin.
Pembiayaan tujuh orang itu termasuk Wardatul, sebagaimana surat dakwaan SDA mencapai Rp 354 juta dari BPIH, dan Wardatul mendapat Rp 56 juta.
Selain mengajak orang dekatnya, SDA juga mengakomodir usulan anggota Komisi VIII DPR agar menyertakan orang-orang titipan naik haji. Menurutnya, nama-nama petugas haji tersebut merupakan titipan dari sejumlah Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi soal haji.
"Ada yang diusulkan bukan (status) PNS, tapi diusulkan oleh DPR Komisi VIII," kata Kartono.
Menurut Kartono, modus sejumlah Anggota DPR tersebut dilakukan dengan mengirim surat kepada SDA atau Dirjen Pelayanan Haji dan Umrah (PHU) yang saat itu dijabat Slamet Riyanto.
"Isi permohonannya meminta supaya nama yang diusulkan mereka harus diakomodir sebagai petugas haji," kata Kartono.
Pada mulanya, permohonan ini tidak langsung ditanggapi. Karena banyaknya tekanan yang diterima melalui sambungan telepon dari para penitip, Kartono mengaku kembali membawa permohonan ke Slamet Riyanto.
Dengan adanya sejumlah desakan itu, lanjut Kartono, Slamet Riyanto berjanji akan meminta petunjuk kepada SDA sebagai Menag.
Tak berselang lama SDA memberi isyarat persetujuannya terhadap nama usulan anggota dewan untuk menjadi petugas haji pada tahun 2010. "Dirjen sudah minta arahan kepada menteri kata Pak Dirjen, 'sudah kamu proses saja, ini dasar arahan menteri untuk diproses'," ungkapnya.
"Tapi kata dirjen ada catatan saya ini jangan diakomodir semua, jadi dari permintaan Komisi VIII kasih saja satu, tapi yang ketua komisi dan wakil ketua komisi kasih lebih dari satu orang. Ini arahan dirjen," imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengaku, perkara titip-menitip nama menjadi petugas haji ini terjadi di tahun 2011.
Serupa dengan tahun sebelumnya, sejumlah Anggota DPR mengusulkan nama-nama sebagai petugas haji. Namun, menurut Kartono, permintaan kali ini ada kaitannya dengan pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
"Semacam memaksa, karena ada kaitannya dengan pembahasan biaya haji," kata Kartono.