Komnas HAM Investigasi Penarikan Majalah Lentera Berjudul 'Salatiga Kota Merah'
Komnas HAM menginvestigasi dugaan perampasan kebebasan berekspresi dan hak menyebarluaskan informasi
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Komnas HAM menginvestigasi dugaan perampasan kebebasan berekspresi dan hak menyebarluaskan informasi yang dialami Lembaga Pers Mahasiswa Lentera, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga.
Pada Kamis (22/10), sejumlah lembaga masyarakat sipil dan individu menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya peristiwa itu. Mereka diterima oleh Koordinator Sub Komisi Mediasi Komnas HAM, Ansori Sinungan.
"Saya menerima teman-teman semua dalam rangka pengaduan. Inti permasalahan ini (karya jurnalistik) tidak boleh beredar dan ditarik. Kami investigasi dan melihat sejauh mana pelanggaran," tutur Ansori dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Kamis (22/10).
Peristiwa ini berawal dari beredarnya Majalah Lentera berjudul "Salatiga Kota Merah". Ini merupakan karya jurnalistik LPM Lentera, UKSW. Karya jurnalistik ini mengangkat dampak peristiwa Gerakan 30 September bagi Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Edisi "Salatiga Kota Merah" terbit 500 eksemplar dan dijual seharga Rp 15.000. Majalah ini disebarluaskan ke masyarakat Kota Salatiga dengan cara menititipkan ke kafe, instansi pemerintahan di Kota Salatiga dan organisasi kemasyarakat di Semarang, DKI Jakarta dan Yogyakarta.
Seminggu setelah penerbitan karya jurnalistik itu atau pada 16 Oktober 2015, pimpinan LPM Lentera dipanggil menghadap pihak UKSW.
Kesepakatan yang dihasilkan adalah redaksi Lentera harus menarik semua majalah yang tersisa dari semua agen. Ini dimaksudkan untuk menciptakan situasi yang kondusif pada masyarakat Kota Salatiga.
Aparat Polres Salatiga juga menarik peredaran Majalah Lentera edisi "Salatiga Kota Merah". Pada Minggu (18/10), Pemimpin Umum LPM Lentera Arista Ayu Nanda, Pemimpin Redaksi LPM Lentera, Bima Sakti Putra bersama bendahara LPM Lentera, Septi Dwi Astuti diperiksa di Mapolres Salatiga.
Komnas HAM melakukan investigasi mencari pelanggaran kebebasan pers yang diduga dilakukan pihak UKSW dan aparat Polres Salatiga.
Ansori mengaku sebuah karya jurnalistik merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
Kebebasan berpendapat itu dijamin di Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu ada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik yang telah diratifikasi.
"Mungkin pihak kepolisian melihat itu dianggap meresahkan masyarakat. Kalau sudah memenuhi kaidah pers tak ada yang meresahkan seharusnya tidak ditarik. Saya tidak tahu prosedur aparat kepolisian. Kapan dan bilamana produk jurnalisitik ditarik. Itu kami investigasi," kata dia.
Di kesempatan itu, dia memberikan jaminan kepada mahasiswa agar tidak mendapatkan sanksi yang dapat menyulitkan mereka pada kemudian hari.
Sejumlah lembaga masyarakat sipil dan individu yang turut hadir diantaranya, Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Pers, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan.