Eddy Tansil Masuk Target Perburuan Tim Terpadu
Andi pun berjanji nantinya apabila ia sudah berhasil mengetahui keberadaan Eddy Tansil dan melakukan upaya pemulangan
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Terpadu Pencari Tersangka, Terpidana dan Aset dalam Perkara Tindak Pidana 2015, Andhi Nirwanto membenarkan buronan legendaris korupsi Eddy Tansil masuk dalam daftar utama pencariannya.
"Iya itu juga (Eddy Tansil). Pokoknya semua yang masih sebagai buron itu akan diupayakan oleh tim terpadu. Tapi mengenai aktifitas perburuan tidak bisa dibuka tranparan," terang Andi, Minggu (25/10/2015).
Andi pun berjanji nantinya apabila ia sudah berhasil mengetahui keberadaan Eddy Tansil dan melakukan upaya pemulangan, maka itu akan diinformasikan ke publik.
"Ada beberapa upaya yang kami lakukan, mungkin bisa juga melalui ekstradisi. Kalau berhasil pasti kami buka," tambahnya.
Seperti diketahui sejumlah buronan masih dinyatakan kabur ke luar negeri dan belum berhasil ditangkap. Salah satu buronan legendaris kasus korupsi ialah Eddy Tansil.
Sebelumnya, pada 2014 muncul informasi bahwa buronan korupsi paling lama di Indonesia ini, tengah berada di Tiongkok. Dia dikabarkan menjalankan usaha minuman keras disana.
Eddy Tansil merupakan pembobol uang negara lewat kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group, terlacak Kejaksaan Agung berada di China. Kejaksaan sudah melakukan usaha ekstradisi dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah China melalui Kementerian Hukum dan HAM selaku sentral otoriti pada 8 September 2011.
Eddy Tansil melarikan diri dari Lapas Cipinang, Jakarta Timur, pada 4 Mei 1996 lalu saat menjalani masa hukuman 20 tahun penjara. Dia terbukti telah melakukan penggelapan uang sebesar 565 juta dollar AS yang didapatnya dari kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Eddy Tansil 20 tahun penjara dengan denda Rp 30 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 500 miliar dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun.