Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pembubaran Paksa Aksi Buruh, Bagai Negara Oligarki Bebas Kekerasan

KSBSI menilai pembubaran paksa aksi damai ribuan buruh di depan Istana, Jumat lalu menunjukkan negara ini bak negara oligarki yang bebas kekerasan.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pembubaran Paksa Aksi Buruh, Bagai Negara Oligarki Bebas Kekerasan
TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Suasana unjuk rasa buruh di depan Istana Negara, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2015). Para buruh menolak PP No. 78 tahun 2015 tentang sistem pengupahan dan menuntut kenaikan upah sebesar 22% hingga 25% atau total upah menjadi Rp 4 juta di tahun 2016. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menilai pembubaran paksa aksi damai ribuan buruh di depan Istana, Jumat (30/10/2015) lalu menunjukkan negara ini bak negara oligarki yang bebas dengan kekerasan.

"Tak tampak sedikit pun demokrasi yang telah terbangun sejak puluhan tahun lalu," kata Presiden KSBSI Mudhofir, Selasa (3/11/2015).

Mudhofir menduga ada indikasi yang dilakukan oleh aparat untuk membungkam gerakan buruh dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Pihaknya mengaku sangat menyayangkan tindakan represif tersebut, buruh yang beraksi dengan damai dihadiahi kekerasan.

"Mahasiswa yang berdemo hingga pukul 11 malam diacuhkan, sementara buruh justru mendapatkan hadiah kekerasan. Tindakan aparat ini seperti sengaja mengunci rencana gerakan buruh untuk memperjuangkan hak-hak buruh. Gerakan buruh dikerdilkan dan dibungkam di era ‘Wong Cilik’ memimpin bangsa Indonesia," tegas Mudhofir.

Menurut Mudhofir, tindakan pembubaran paksa aksi damai tersebut adalah kesalahan yang fatal, dan justru tidak akan menciutkan gerakan buruh, bahkan buruh semakin bersatu karena aksi represif aparat tersebut. Sebab, makin tidak ada lagi sekat dan kotak-kotak dalam gerakan buruh, kini yang lahir adalah persatuan.

"Tidak ada lagi anggota Konfederasi A atau B, karena sejatinya buruh itu bukan milik pimpinan serikat buruh A atau B. Konfederasi dan serikat buruh hanya wadah perjuangan buruh untuk memperbaiki nasib buruh dan keluarganya," katanya.

Dijelaskan Mudhofir, indikasi pembungkaman gerakan buruh tersebut, adalah 23 orang buruh bersama 2 orang pengacara publik ditangkap karena berdemo dengan damai, dan hal yang tidak pernah terjadi sejak era Presiden Habibie memimpin negara ini.

Berita Rekomendasi

Belum selesai perkara PP 78/2015 tentang Pengupahan, buruh kembali dihadapkan dengan Pergub Nomor 228 Tahun 2015 tentang pengendalian pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum pada ruang terbuka.

"Pemerintah era ini mengunci gerakan buruh agar diam di rumah dan pasrah menerima upah murah," ujar Mudhofir.

Mudhofir mengatakan bahwa Konfederasi Serikat Buruh dunia, yang merupakan afiliasi dari KSBSI dan KSPI, yaitu International Trade Union Confederation (ITUC) melalui Sekretaris Jenderal, Sharan Burrow, telah bereaksi dengan kejadian tersebut.

Sharan mengecam tindakan aparat keamanan Indonesia yang telah melakukan pembubaran paksa aksi damai buruh tersebut.

Selain menyoroti tindakan represif aparat kepolisian, Sharan Burrow juga menyoroti Pergub DKI yang dinilai merupakan kemunduran proses demokrasi dan penyampaian pendapat di Indonesia.

"Kita akan terus berkonsolidasi, bukan dalam suatu gerakan yang reaksioner, melainkan dalam gerakan yang konsisten untuk menyepakati dan menjalankan tahapan-tahapan yang sudah menjadi komitmen awal kita bersama dalam Komite Aksi Upah dan perluasan gerakan penolakan terhadap PP 78," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas