Pemerintah, IDI, dan KPK Ingin Dokter Swasta Bisa Dijerat Pasal Gratifikasi
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginginkan agar dokter baik yang berstatus pegawai negeri sipil dan swasta tidak diperkenankan menerima gratifikasi dari perusahaan farmasi.
Rencananya, peraturan tersebut akan ditetapkan dan dibuatkan sebuah sistem yang mengatur tentang gratifikasi para dokter.
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan Kemenkes dan IDI telah berkonsultasi dengan KPK, Jumat (6/11/2015).
"Bagaimana mengatur hal-hal yang berkaitan dengan gratifikasi baik dokter pribadi dan rumah sakit. Tadi pemikiran apakah yang swasta juga bisa. Ada beberapa mekanisme atau sistem akan dibuat," kata Johan di Gedung KPK.
Johan mengakui selama ini, hanya dokter yang berstatus pegawai negeri sipil yang masuk dalam wewenang KPK.
Johan melanjutkan, KPK kini sedang mengkaji bagaimana proses pemakaian obat baik di rumah sakit atau klinik terkait profesi dokter.
Pemakaian obat tersebut, kata dia, tidak boleh tersangkut dengan gratifikasi. (Simak jugaa : Menkes: Curigailah Dokter yang Anjurkan Pasien Beli Obat ke Apotek Tertentu)
Misalnya, seseorang dokter memilih menggunakan obat merk tertentu karena diiming-imingi imbalan dari perusahaan farmasi.
"Ya itu salah satunya. Bagaimana menghilangkan gratifikasi tanpa harus merugikan pihak-pihak seperti pasien, dokter, dan rumah sakit. Di undang-undang jelas, PNS atau penyelenggara negara tidak boleh terima imbalan apa yang di luar penerimaan. Gratifikasi apapun itu, termasuk tiket. Harus dilaporkan," tutur Johan.
Pada kesempatan tersebut turut hadir Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Irjen Kementerian Kesehatan Purwadi, dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Dr Zainal Abidin.