Tujuh Modus Pemungutan Dana Kampanye untuk Calon Kepala Daerah
Modus kedua, dana sumbangan yang berasal dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), misalnya bank daerah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebulan jelang pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2015, praktik-praktik politik uang semakin marak ditemukan.
Anggota caretaker Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Girindra Sadino menjelaskan, sedikitnya ada tujuh modus pemungutan dana kampanye yang digunakan untuk kampanye calon kepala daerah.
Modus pertama, dana sumbangan pilkada dari pengusaha yang biasa mengerjakan proyek Pemerintah Daerah, seperti proyek pengerjaan jalan atau gedung. Menurut Girindra, mereka bisa menjadi penyumbang.
Modus kedua, dana sumbangan yang berasal dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), misalnya bank daerah.
"BUMD ini sering jadi sapi perahan oleh incumbent (petahana), karena kuasanya sangat kuat," kata Girindra di Media Center Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Jakarta Pusat, Kamis (5/11/2015).
Modus ketiga, pemecahan dana transaksi (structuring) sumbangan dana pilkada melalui rekening calon kerabat atau orang lain yang dipercaya agar transaksi keuangan tidak dipantau.
"Jadi dipecah rekeningnya biar tidak ketahuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau Komisi Pemilihan Umum (KPU)," ujar dia.
Modus keempat, permainan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ke penyelenggara pemilu. Girindra mencontohkan, misalnya KPU di salah satu daerah melebihi pagu atau alokasi anggarannya.
"Nah, ini kan ada intervensi netralitas penyelenggara," ucap Girindra.
Modus kelima, dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk hibah ke daerah. Misalnya, dana bansos dan dana desa.
Modus keenam, dana sumbangan dari pengusaha yang terindikasi tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
"Biasanya dijadikan barang dan jasa. Ini sulit untuk dideteksi," kata Girindra.
Modus ketujuh, dana sumbangan melalui pihak ketiga. Girindra mengatakan, modus ini tidak teridentifikasi.
Terkait tujuh modus pemungutan dana kampanye tersebut, ia meminta Bawaslu untuk memperketat pengawasan dengan melibatkan masyarakat maupun organisasi sipil yang potensial.
KPU juga diminta berani mendiskualifikasi calon yang melanggar ketentuan dalam pelaporan dana kampanye.
"KPU juga harus berani mencoret calon kalau dia enggak lapor dana atau dananya fiktif, yang aneh-aneh lah," ujar Girindra.
KIPP merekomendasikan, agar masyarakat melaksanakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) saja jika menemukan praktik politik uang. Meski begitu, dia mengakui hal ini sulit dilakukan. (Nabila Tashandra)