Politikus PDI Perjuangan: Indonesia Sudah Lama Tidak Gunakan Jasa Lobi di Amerika
Politisi PDI Perjuangan Charles Honoris mengatakan bila Pemerintah Indonesia sudah lama tidak menggunakan jasa lobbyist di Amerika
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan Charles Honoris mengatakan bila Pemerintah Indonesia sudah lama tidak menggunakan jasa lobi di Amerika.
Setahu saya RI sudah lama tidak menggunakan jasa lobbyist di Amerika karena memang tidak dianggarkan. Bahkan RI adalah satu dari dua negara ASEAN yang saat ini tidak punya lobbyist di AS," tutur Charles saat dihubungi wartawan, Sabtu (7/11/2015).
Seingat Charles, terakhir Indonesia menggunakan jasa lobbyist sekitar tahun 2000 awal dalam rangka menghadapi tuduhan pelanggaran HAM dan embargo senjata
Anggota Komisi I DPR RI ini pun mengatakan hampir semua negara menggunakan jasa lobbyist di AS untuk menggolkan kepentingan negara tersebut.
Thailand kata Charles misalnya menghabiskan dana 3 juta dollar AS untuk kontrak 6 bulan dengan lobbying firm di Washington untuk melakukan lobby demi kepentingan pariwisatanya.
Berita yang menyebutkan Indonesia menggunakan jasa lobbyist dan harus membayar 80 ribu AS agar Presiden Jokowi dapat bertemu Barack Obama harus diklarifikasi kebenarannya.
"Tulisan Michael Buehler tersebut belum bisa diverifikasi kebenarannya. Lagi pula penggunaan jasa lobbyist di Amerika itu sebetulnya sesuatu hal yang biasa saja dan legal," katanya.
Charles memastikan bahwa Kemenlu dan KBRI di AS bekerja keras dan efektif dalam mempersiapkan kunjungan presiden Jokowi ke Amerika. Hal ini ia katakan karena dirinya melihat sendiri kerja-kerja KBRI dalam hal persiapan tersebut ketika melakukan kunker ke AS beberapa waktu lalu.
"Dubes RI untuk AS pak Sony kami lihat berkoordinasi dgn Kemlu AS dan White House secara intens. Bahkan kami rombongan Komisi I DPR pun sempat diatur bertemu dgn pihak Kemlu AS dan sempat mendiskusikan mengenai rencana kunjungan presiden Jokowi," tandasnya.
Sebelumnya, kabar tersebut ditulis akademisi dari Australia National University, Dr Michael Buehler di laman http://asiapacific.anu.edu.au berjudul waiting in the white house lobby.
Menurut Buehler, Pemerintah harus merogoh kocek karena pertemuan tersebut difasiltiasi konsultan dari Singapura yakni Singapura Pereira International PTE LTD dan konsultan PR di Las Vegas, R&R Partners, Inc.
Pihak Pereira Internasional menurut Buehler, membayar sebesar 80 ribu dolar AS kepada perusahaan R&R Partners, Inc.