Kejaksaan Teliti Dokumen Hasil Geledah di Kantor Gubernur Sumut
Penyidik Kejaksaan Agung saat ini sedang meneliti barang bukti setelah sebelumnya menggeledah Kantor Gubernur Sumatera Utara
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung saat ini sedang meneliti barang bukti setelah sebelumnya menggeledah Kantor Gubernur dan Kantor Sekretaris Dewan DPRD provinsi Sumatera Utara.
Penelitian barang bukti itu dilakukan penyidik Kejaksaan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kami teliti satu-persatu, bersama BPK Pusat dan tim gabungan di Sumatera Utara," kata Ketua Tim Penyidik kasus dana hibah Sumatera Utara, Victor Antonius Sidabutar di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (10/11/2015).
Pada upaya menelaah barang bukti hasil sitaan berupa surat-surat dan proposal, tim penyidik menguji terkait kebenaran lembaga penerima dana bantuan yang diduga diselewengkan.
"(Dokumen) yang dibuat oleh pemohon LSM dan SKPD, kemudian yang dipertanggungjawabkan oleh pihak pemohon. Nanti kita uji apakah itu fiktif atau tidak," kata Victor.
Terkait dalam penyidikan dugaan korupsi dana bansos Sumatera Utara, kemarin (9/11/2015), Kejaksaan telah menggeladah Kantor Gubernur dan Kantor Sekretaris Dewan DPRD provinsi itu. Korps Adhyaksa juga memeriksa Sekretaris Daerah Sumatera Utara Hasban Ritonga.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pudjo Nugroho bersama Kepala Badan Kesbangpol Sumatera Utara Eddy Sofyan dalam dugaan korupsi dana hibah provinsi tersebut, pada Senin lalu (2/11/2015).
Selain terjerat dugaan penyelewengan dana hibah, Gatot juga terjerat kasus dugaan suap hakim PTUN Kota Medan yang menyebabkan dia ditahan KPK.
Gatot turut mendapat status tersangka pada dugaan memberi suap mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella, dan dugaan memberi suap anggota DPRD Sumatera Utara terkait hak interplasi.
Kasus dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2011-2013, berawal ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi penyelewengan senilai Rp 1,4 Miliar. BPK menemukan tujuh organisasi masyarakat penerima dana bantuan sosial adalah lembaga fiktif.