Jadi Saksi Meregawa, Rektor Unud Mengaku Tak Banyak Tahu Soal Pengadaan Alkes
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan terdakwa mantan Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan terdakwa mantan Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana, Made Meregawa, Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof Dr dr Ketut Suastika Sp PD KEMD dalam kesaksiannya mengaku banyak tidak tahu soal pengadaan Alat Kesehatan (Alkes).
Dalam persidangan, Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani bertanya kepada Suastika bagaimana biasanya dirinya berkomunikasi dengan terdakwa.
"Biasanya saya dibantu dengan pembantu dekan (tidak pernah secara langsung), karena hubunganya soal teknis, kecuali saat rapat dengan rektor," kata Suastika di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2015).
Pria yang pernah menjadi Dekan di Fakultas Kedokteran Unud itu, mengaku tidak banyak tahu soal pengadaan Alat Kesehatan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata (RS PKPIP) Universitas Udayana tahun anggaran 2009.
"Apakah bapak tahu mengenai adanya pengadaan Alkes untuk RS Infeksi Unud tahun 2009?" tanya Jaksa Kiki.
"Kami tidak tahu," jawab Suastika.
"Padahal anda Dekan Fakultas Kedokteran saat itu," tanya jaksa.
"Karena nggak diawali dari fakultas, jadi inisiatif pengadaan saya nggak tahu," katanya.
Jaksa Kiki pun kembali bertanya soal permohonan pembuatan rancangan anggaran.
"Permohonan pembuat rancangan anggaran ini tidak tahu sama sekali?" tanya jaksa kembali.
"Tidak," jawabnya.
Jaksa lantas membacakan sebuah barang bukti yang berupa Surat Keputusan (SK) tim pendamping pengadaan Alkes RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata (RS PKPIP) Universitas Udayana.
Dalam surat itu Suastika menjadi salah satu wakil ketua proyek pengadaan.
"Kami nggak tahu ada keputusan itu karena sekali lagi bahwa kebutuhan alat-alat itu bukan jadi ide fakultas kedokteran. Tidak kami rancang dari bawah kemudian kami usulkan," kata Suastika.
Dirinya mengaku baru mengetahui namanya masuk setelah dipanggil untuk dimintai keterangannya penyidik KPK.
"Seperti di BAP itu, saya juga heran ada fokotopi yang ada tandatangan saya. Saya nggak pernah merasa dan merancang di fakultas," katanya.
Sementara itu Hakim Ketua Sinung Hermawan saat bertanya kepada Suastika mencecar soal, bagaimana prosedur sebuah universitas mengajukan dana yang sumbernya lewat APBN.
"Dana bantuan disulkan melalui Dirjen Dikti, bagaimana pembahasannya?" Kata Hakim Sinung.
"Yang kami lakukan saat menjabat rektor, kami selalu mengajak kebutuhan berangkat dari terkecil, user, rancangan apa yang dibutuhkan kami bahas kemudian segala sesuatu dibahas detil, usulan masuk ke dekan, rektorat, dibahas tim yang ada, baru diusulkan ke pusat," katanya
Dalam sidang ini sejatinya jaksa mengundang anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir dan kakaknya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin untuk menjadi saksi.
Namun berdasarkan keterangan jaksa Nazaruddin masih dilakukan pemeriksaan terkait pidana pencucian uang oleh penyidik KPK.
"Sementara Nasir belum hadir saat dipanggil suratnya kembali dengan alasan alamat rumahnya pindah. Jadi hanya Pak Rektor," kata Jaksa Kiki.
Sidang kemudian ditutup untuk dilanjutkan hari Rabu 25 november 2015 minggu depan dengan agenda pemanggilan Nazaruddin dan Nasir sebagai saksi.