KPK Proses Dugaan Korupsi Renegosiasi Freeport dan Setya Novanto
Dari informasi berbagai sumber, kita telaah dulu, kita kumpulkan, hasil analisa bagaimana
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji ada atau tidak tindak pidana kasus korupsi dalam pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, dalam renegosiasi kontrak PT Freeport di Indonesia.
"Dari informasi berbagai sumber, kita telaah dulu, kita kumpulkan, hasil analisa bagaimana," kata Wakil Ketua KPK, Zulkarnain dalam acara Gathering Jurnalis Antikorupsi, Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/11/2015).
Berdasar Undang-undang Nomor Tahun 2009 tentang Minerba pembicaraan perpanjangan kontrak antara PT Freeport dan pemerintah Indonesia pada 2019 atau dua tahun sebelum masa kontrak PT Freeport berakhir pada 2021.
Namun, belakangan Menteri ESDM, Sudirman Said, selaku perwakilan pemerintah mengungkapkan adanya pertemuan dan pembicaraan antara Ketua DPR, Setya Novanto dan pihak PT Freeport Indonesia.
Selain mengklaim akan membantu perpanjangan kontrak, Novanto disebutkan oleh Sudirman telah meminta jatah saham 20 persen terkait rencana disvestasi saham PT Freeport dengan klaim untuk jatah Presiden Jokowi dan Wapres, Jusuf Kalla.
Selain data, informasi dan sejumlah saksi, Sudirman juga mempunyai rekaman pembicaraan hal itu antara Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia.
Langkah awalan yang telah Sudirman lakukan terkait hal itu adalah, melaporkan dugaan pelanggaran etik Setya Novanto ke Majelis Kehormatan DPR (DPR). Namun, Sudirman belum melaporkan kasus tersebut ke KPK.
Sejauh ini, baru Said Didu selaku Staf Khusus Menteri ESDM Sudirman Said, yang datang beronsultasi tentang mekanisme pengaduan ke KPK pada Jumat (20/11/2015) kemarin.
Zulkarnain mengaku belum mengetahui pasti maksud dan tujuan akhir langkah Said Didu itu.
Meski demikian, Zulkarnain menegaskan, pengkajian ada atau tidak suatu tindak pidana oleh KPK bisa dilakukan dengan ada atau tidaknya laporan dari masyarakat sebagaimana Pasal 106 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
"Itu bisa ada laporan tanpa laporan. Melalui proses yang silent," katanya.