Publik Berhak Tahu Isi Lengkap Rekaman Pembicaraan Setya Novanto
Rekaman dan transkrip ini menjadi bukti dari upaya pemerasan dan pencatutan nama Presiden Joko Widodo
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Publik berhak mengetahui isi rekaman utuh pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto dengan petinggi Freeport Indonesia dan pengusaha yang diduga Muhammad Reza Chalid.
Demikian ditegaskan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah, Teguh Santosa dalam keterangan tertulisnya Senin (23/11/2015).
Transkrip pembicaraan itu, sebagian, telah diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said kepada Majelis Kehormatan DPR RI.
Rekaman dan transkrip ini menjadi bukti dari upaya pemerasan dan pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) oleh Ketua DPR Setya Novanto.
Bahkan, menurutnya, publik berhak mengetahui isi lengkap keseluruhan pembicaraan dalam pertemuan-pertemuan lain yang terkait dengan skandal #papamintasaham.
"Penting bagi publik untuk mengetahui kasus ini secara utuh," katanya.
"Kalau tidak dikhawatirkan lebih banyak nuansa politiknya," kata Teguh yang juga Dosen London School of Public Relations, Jakarta.
Melalui kasus ini, kata Teguh, ini dapat menjadi pintu masuk untuk mereview kembali relasi Indonesia dengan pihak asing. BAik itu aktor negara maupun aktor non negara seperti perusahaan-perusahaan multinasional raksasa.
Kasus ini pun, ujarnya, dapat menjadi bahan diskusi yang serius oleh Presiden Jokowi guna meninjau kembali kesatupaduan Kabinet Kerja.
Pasalnya, dia tegaskan, publik menjadi bingung karena kembali terjadi saling bantah di antara pembantu-pembantu presiden terkait kasus ini.
Masih kata Teguh, terbuka peluang lebar bagi Presiden Jokowi untuk mengevaluasi semangat setiap pembantunya, apakah sejalan dengan Nawacita dan Trisakti, atau tidak.
"Dari kasus ini barangkali bisa diketahui mana pembantu Presiden Jokowi yang bersemangat menjalankan Nawacita dan Trisakti, dan mana yang tidak, bahkan bertentangan dengan hal itu," demikian mantan Ketua Bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah.