Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Novanto Isunya Lebih Besar Dibandingkan Masalah Freeport

Soal Freeport dengan soal rekaman Novanto itu dua hal yang berbeda.

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kasus Novanto Isunya Lebih Besar Dibandingkan Masalah Freeport
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah massa menggelar aksi unjuk rasa terkait kasus pencatutan nama Presiden RI oleh Ketua DPR Setya Novanto di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (30/11/2015). Aksi tersebut menuntut Ketua DPR Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya serta menuntut untuk segera kocok ulang jabatan Pimpinan DPR. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjajaran Bandung, Indra Perwira mengatakan anggota DPR saat ini bukanlah politisi sejati yang mengedepankan kepentingan bangsa.

Hal ini bisa dilihat dalam Freeport yang ramai dibicarakan saat ini terutama terkait rekaman pembicaraan yang kabarnya berisi permintaan saham Ketua DPR, Setya Novanto kepada Dirut Freeport Maruf Syamsuddin.

"Soal Freeport dengan soal rekaman Novanto itu dua hal yang berbeda. Namun sayangnya anggota-anggota DPR lebih menyoal masalah rekaman pencatutan nama presiden dan wapres, ketimbang masalah Freeport yang jauh lebih besar. Ini menandakan bahwa para politisi kita saat ini tidak pernah berpikir jauh kedepan,” ujar Indra ketika dihubungi, Selasa (1/12/2015).

Kalau anggota DPR saat ini sudah menjadi politisi, menurut Indra suara mereka akan jauh lebih keras kepada Freeport. Namun sayangnya para politisi ini hanya memikirkan keuntungan diri sendiri.

Anggota DPR tidak ada yanG berpikir jauh untuk kemaslahatan bangsa dan hanya konsern terkait apa yang mereka bisa dapatkan.

”Artinya kita bukan mau membenarkan tindakan Setya Novanto kalau memang benar seperti itu, maka harus ada tindakan tegas dari partainya.Tapi lepas dari itu seharusnya konteks pertama yang harus dilawan oleh politisi itu adalah masalah Freeport. Kalau perlu ada yang bersuara usir Freeport. Karena banyak yang obventurir jadinya seperti sekarang,” katanya.

Oleh karena itu ramainya pembicaraan masalah Freeport ini menurutnya harus dijadikan momentum bagi pemerintah dan DPR untuk mengagendakan penyelesaian kasus ini dengan berbagai negosiasi yang hasilnya tidak lagi merugikan bangsa ini.

Berita Rekomendasi

”Banyak pelanggaran konstitusi dalam masalah Freeport.Ini masalah kedaulatan negara dan ini harus segera diselesaikan,” ujarnya.

Jika pemerintah dan DPR tidak juga mau menyelesaikan masalah Freeport ini dan hanyan memikirkan diri sendiri, ini akan semakin mempercepat revolusi.

”Kalau lihat kondisi sekarang terus terang tidak ada harapan. Makanya situasi yang seperti ini saya senang melihat pemerintah dan DPR semakin arogan, karena akan mempercepat people power sebagai satu-satunya jalan menembus kebuntuan,” katanya.

Dia pun mengingatkan bahwa masalah Freeport dan permintaan saham ini bermula dari regulasi ngawur yang dibuat pemerintah sendiri melalui peraturan pemerintah yang mewajibkan perusahaan asing yang bergerak sektor minerba untuk melakukan divestasi saham sebesar 25 persen.

“Ini kan kemudian yang munculkan permintaan saham. Harusnya kan Indonesia tidak perlu punya saham Freeport karena sumber daya alam itu milik Indonesia dan Freeport bisa berusaha di Papua karena izin kita. Jadi tanpa harus memegang saham kita harusnya bisa menentukan sendiri berapa yang harus kita dapatkan dari usaha mereka yang sangat menguntungkan tersebut. Saya yakin kita bisa minta minimal pembagian 50:50. Kalau Freeport tidak mau, berikan saja pada perusahaan lain,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas