Jaksa Agung: Sebelum Presiden Marah Kami Sudah Bergerak
Tanpa diperintah kami kan sudah bergerak. Kami bukan robot
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyebutkan sebelum Presiden Joko Widodo marah karena namanya dicatut untuk meminta saham PT Freeport Indonesia, pihaknya telah bergerak.
"Tanpa diperintah kami kan sudah bergerak. Kami bukan robot," kata Jaksa Agung saat dihubungi wartawan, Selasa (8/12/2015).
Terkait pernyataan presiden bahwa negara lembaga negara tidak boleh dipermainkan, Prasetyo sependapat.
Hingga kini, Prasetyo menyebutkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tengah berupaya mencari alat bukti permulaan sehingga perkara ini dapat naik ke tahap penyidikan.
Sebelumnya saat di Istana Negara siang kemarin, Senin (7/12), suara Presiden Joko Widodo meninggi ketika menanggapi pertanyaan awak media seputar kelanjutan kasus pencatutan nama yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto atau sering disebut 'papa minta saham'.
Wajah Presiden terlihat marah. Tangannya sambil menunjuk ke arah awak media, meski tidak bermaksud memarahi media. Suaranya pun terdengar tegas, hingga suasana menjadi hening.
"Sudah saya sampaikan, tidak boleh lembaga negara itu dipermainkan. Itu bisa Presiden dan lembaga negara yang lain," ujar Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Presiden mengatakan tidak masalah jika ada yang menghina dirinya seperti yang terdengar di rekaman diduga suara pengusaha Riza Chalid yang sedang berbincang dengan Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia,Maroef Sjamsoeddin.
"Saya enggak apa-apa katakan Presiden gila, sarap, koppig," kata Presiden.
Namun, Presiden menegaskan, dirinya tidak menyukai jika ada yang mencatut namanya, apalagi meminta saham sebesar 11 persen. Sebab menurutnya hal itu melanggar etika dan bertentangan dengan moralitas.
"Tapi kalau menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen itu saya enggak mau. Enggak bisa! Ini masalah kepatutan, kepantasan, etika, moralitas dan itu masalah wibawa negara," kata Presiden.