Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejaksaan Agung Datangkan Ahli ITB Periksa Keasilian Rekaman "Papa Minta Saham"

"Saya tidak lihat itu legal tidak legal, yang penting substansinya seperti apa," kata jaksa agung.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kejaksaan Agung Datangkan Ahli ITB Periksa Keasilian Rekaman
Imanuel Nicolas Manafe/Tribunnews.com
Jaksa Agung, HM Prasetyo di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/12/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung masih terus mendalami rekaman 120 menit yang diserahkan bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsjuddin, untuk menyelidiki kasus "Papa Minta Saham."

Kepada wartawan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/12/2015), Jaksa Agung HM. Prasetyo menyebut pihaknya sudah meminta bantuan ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk memeriksa keaslian rekaman tersebut.

"Itu barang bukti yang akan kita analisis, itu fakta yang tidak bisa dipungkiri. Tinggal nanti saya akan minta bantuan ahli, kita sudah bicara dengan ITB, mereka sudah sanggupi bantu kita," katanya.

Bila memang dapat dibuktikan keasliannya, maka rekaman yang berisi pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan bos Freeport Indonesia itu, bisa digunakan sebagai alat bukti untuk menyelidiki kasus pelanggaran hukum.

Lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Polri untuk merekam pembicaraan sebelumnya harus mengantongi izin dari pengadilan.
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melakukan penyadapan dengan dilindungi Undang-Undang.

Permasalahan bahwa perekaman pembicaraan yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto itu dilakukan bukan oleh lembaga penegak hukum, Jaksa Agung mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Kata dia, substansi dari pembicaraan yang terekam, dapat membantu penyelidikan kasus "Papa Minta Saham."

Berita Rekomendasi

"Saya tidak lihat itu legal tidak legal, yang penting substansinya seperti apa," jelasnya.

Dalam rekaman tersebut diketahui Setya Novanto dan Riza Chalid menawarkan jasanya untuk memperpanjang kontrak Freeport, dan meminta imbalan saham. Dalam aksinya itu, keduanya menjual nama Presiden RI, Joko Widodo dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla.

Kejaksaan menilai keduanya bisa dianggap terlibat kasus permufakatan jahat, sesuai Pasal 15 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas